SURO DIRO JOYONINGRAT,LEBUR DENING PANGASTUTI

SURO DIRO JOYONINGRAT,LEBUR DENING PANGASTUTI

Selasa, 20 Oktober 2015

SELAMAT JALAN KANGMAS MBAREP .

PSHT BERDUKA R.I.P MAS TARMADJI BOEDI HARSONO SELASA PAHING 20-OKTOBER-2015













H Tarmadji Boedi Harsono, guru besar Perguruan Silat Setia Hati Terate (PSHT) yang juga Ketua Dewam Penasihat PSHT ini tutup usia di Rumah sakit Islam (RSI) Kota Madiun, Selasa (20/10/2015).
Sebelum meninggal, pendekar tingkat III satu-satunya di SH Terate ini, mengeluh kelelahan karena padatnya jadwal kegiatan sejak Sabtu (17/10) pekan lalu. Kemudian tokoh masyarakat Madiun ini dilarikan ke RSI.
"Meski sudah sepuh (tua), beliau ini padat kegiatannya. Kamis (15/10) pagi berkegiatan menyambut Kapolda di Joglo Taman, Sabtu (17/10) pagi kegiatan di Polres. Pak Tarmadji sangat kelelahan,"kata Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kota Madiun R Moerjoko di rumah duka Jln MT Haryono 80, Kota Madiun, Selasa (20/10).
Sementara Bagus Rizki Dinarwan, putra almarhum H Tarmadji mengungkapkan, sebelum tutup usia, Tarmadji berpesan agar warga SH Terate yang punya ribuan anggota ini bisa rukun. Karena beberapa waktu ini di internal SH Terate terjadi ketidak harmonisan antar pengurus.
Tarmadji, pendekar tingkat III satu-satunya SH Terate ini dimakamkan di pemakaman keluarga, belakang Masjid Umar Al-Farouk di Jln Nila, Kelurahan Nambangan Kidul, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun. Pemakaman guru besar perguruan silat SH Terate ini diiringi ribuan warga setempat yang mayoritas anggota padepokan.
Sebelum menjabat sebagai Dewan Pusat SH Terate, Tarmadji Boedi Harsono, menduduki Ketua Umum Pusat SH Terate yang didirikan Ki Hadjar Hardjo Utomo tahun 1922 itu, meletakan jabatanya sebagai Ketua Umum Pusat SH Terate tepat 10 April

Sabtu, 17 Oktober 2015

FOTO DOELOE,,hehehehe



NARSIS DOELOE..





CALON ATLIT RANTING PURWANTORO CABANG PONOROGO BERSAMA PENGURUS RANTING IN ACTION SETELAH SELEKSI WILAYAH 6..BRAVO RANTING PURWANTORO

FATWA MAS TARMADJI DIBULAN SURO INI

Fatwa Dewan Pusat SH Terate Sambut 1 Suro 1437 H

Oleh on 13 October 2015  Dilihat sebanyak : 518 Kali

m maji blangkon
Menyambut tahun baru hijriah, jatuh pada 1 Muharram atau 1 Suro 1437/2015 M, Ketua Dewan Pusat SH Terate KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono, SE mengajak Keluarga Besar SH Terate berlomba membersihkan batin. “Allah, Tuhan Yang Maha Kasih sangat dekat dan mencintai orang orang yang mau mensucikan batinnya,” nasihat beliau.
Berikut, redaksi turunkan sambutan lengkap Ketua Dewan Pusat SH Terate KRH.H. Tarmadji Boedi Harsono, SE. Diizinkan kepada pihak pihak yang berkenan menyebarluaskan sambutan ini demi untuk kemaslahatan umat.( andi casiyem sudin/pimred lawupos)
FATWA KETUA DEWAN PUSAT SH TERATE
MENYAMBUT TAHUN BARU 1437 H/2015 M

Assalamualaikum wr wb.
Salam Persaudaraan
Yang Saya Hormati ……
Bapak/Ibu, segenap tamu undangan, yang mohon maaf tidak bisa
saya sebutkan namanya satu persatu
Saudara Ketua Cabang SH Terate berikut jajarannya, dan saudara-saudaraku Keluarga Besar SH Terate di seluruh pelosok tanah air dan juga yang berada di manca negara, yang saya cintai
Adik-adik Calon Warga Baru dan Warga SH Terate yang saya sayangi
Puji syukur selayaknya kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Penguasa kerajaan langit dan bumi dan Singgasana Araysh Yang Agung. Yang Maha Kasih lagi Pemurah. Tuhan Yang Kuasa menanamkan dan memelihara cahaya keimanan, kesetiaan dan jalinan persaudaraan dalam jiwa.
Dan malam hari ini, kita bersama sama merasakan, sekaligus menyaksikan, hidayah, ridlo dan barokah Allah menyatu di dalam dada kita, hingga kita bisa berkumpul di sini dalam acara tasyakuran menyambut tahun baru 1437 Hijriyah, penuh nuansa damai dalam jalinan persaudaraan yang dilandasi rasa asah asih asuh.
Ucapan terimakasih selayaknya kita haturkan kepada perintis, pendiri dan tokoh SH Terate yang telah mendahului kita. Dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang, beliau telah mendidik kita mengenal ajaran budi luhur, tahu benar dan salah, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana tujuan SH Terate yang kita cintai. Menghargai jasa mereka, mari kita berdoa bersama, semoga beliau diampuni dosa-dosanya dan arwahnya ditempatkan di tempat yang mulia, di sisi Allah.Amin.
Bapak/Ibu Segenap Tamu Undangan, Saudara-Saudaraku,
Keluarga Besar SH Terate yang saya cintai.
Alhamdulillah, malam ini sampailah kita di awal tahun 1437 H. Tahun yang dimulai dengan bulan Muharram atau bulan Suro. Bulan penuh rakhmat, tantangan, barokah sekaligus bulan berlumur mukzizat. yang diberikan Tuhan kepada nabi dan rasul panutan umat manusia.
Sirah nubuwah, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam kitab suci-Nya, menginformasikan, beberapa nabi dan rasul mendapat mukzizat, terlepas dari ‘bala” atau bencana, terjadi di bulan Muharram atau bulan Suro. Ambil sebagai contoh, pertemuan Nabi Adam dan Hawa di muka bumi semenjak diusir dari surga, setelah bertahun tahun mereka saling mencari dalam kepapaan , kesunyian dan kesendirian. Kemudian, terselamatkannya Nabi Nuh dan kaumnya dari bencana banjir. Mukzizat yang tak kalah dahsyatnya adalah, terbelahnya Laut Merah saat Nabi Musa dikejar Fir”un dan sekutunya. Hingga, Nabi Musa dan kaumnya selamat, sementara Fir’un dan bala tentaranya tenggelam di telan ombak laknat
Peristiwa berdimensi mukzizat lain yang terjadi di bulan Muharram atau bulan Suro, masih banyak lagi, yang semuanya memberikan pelajaran bagi kita tentang kebesaran Allah, sekaligus hukuman atas kemurkaan Allah terhadap kaum yang telah bertindak melampaui batas.
Belajar dari situ, marilah kita jadikan bulan Muharram atau Bulan Suro ini sebagai Bulan Mesu Budi, atau Bulan Tirakat, berlomba mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memperbanyak laku olah batin dan dharma, guna membersihkan hati, hingga hati kita jadi bersih dan memencarkan sinar kasih, yang pada gilirannya akan menjadikan hidup kita damai, tenteram dan sejahtera.
Sebab, Allah, Tuhan Yang Maha Kasih sangat dekat dan mencintai orang orang yang mau mensucikan batinnya. Dengan kesucian batin itu, kita juga akan bisa intens meresapi nikmat Allah. Dan dengan kesusian batin itu pula, Allah akan senantiasa menjaga dan memayungi kehidupan kita, dengan hidayah, rakhmat, barokah, keselamatan, kedamaian dan kesentosaan. (Sapa sing suci adoh bebaya pati).
Dalam priambole SH Terate, tersurat “Maka Setia Hati pada hakekatnya tanpa mengingkari segala martabat-martabat keduniawian tidak kandas/tenggelam pada pelajaran Pencak Silat sebagai pendidikan ketubuhan saja, melainkan lebih menyelami ke dalam lambang pendidikan kejiwaan untuk memiliki sejauh jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pengaruh rangka dan suasana.”
Mengambil hikmah kebesaran mukzizat yang turun di Bulan Suro itu, para sesepuh SH Terate dan juga kami sebagai penerus, berupaya melestarikan tradisi “tirakatan dan tasyakuran” pada awal bulan Suro. Harapannya, kita akan mendapat limpahan rakhmat, hidayah dan barokah Allah, menjadi manusia berbudi luhur serta bermanfaat bagi sesama. Atau menjadi seorang warga yang berjiwa “SH-wan atau SH-yer”
Seorang warga berjiwa SH-wan atau SH-yer, adalah warga yang memiliki watak dan sifat ksatria, yakni : (1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (2) Pemberani dan tidak takut mati (3) Sederhana (4) Rela mengalah jika berhadapan dengan soal sepele, dan berani bertindak di atas nalar kebenaran jika berhadapan persoalan prinsip (5) Mamayu Hayuning Bawana (Menjaga kedamaian dan kelestarian kehidupan di muka bumi).
Segenap Tamu Undangan, Saudara Pengurus, dan Keluarga Besar SH Terate yang saya cintai
Perlu disadari, kini tugas kita dalam mengemban amanat budi luhur bukannya semakin ringan. Tantangan yang berasal dari dalam maupun luar SH Terate terpampang di depan mata. Gesekan antar kepentingan dan pergeseran nilai di tengah ketatnya persaingan global, menjadi pemicu timbulnya ketidakharmonisan.
Berhadapan dengan fenomena itu, saya meminta kadang SH Terate di mana pun berada menyadari peta diri. Kesadaran ini perlu, demi pencapaian nilai nilai persaudaraan, ketulusan dharma dan keluhuran budi.
Yang dimaksud dengan sadar peta diri, adalah, mengetahui persis di mana posisi kita, sebesar apa potensi yang ada pada diri kita, apa pula yang ada di sekeliling kita, seberapa jauh jarak yang sudah kita lalui dan seberapa jauh lagi jarak yang harus kita lalui agar sampai pada tujuan akhir. Tak kalah pentingnya, adalah mengetahui bagaimana aksi dan reaksi dan daya dukung potensi baik internal maupun eksternal. Dalam konsep tabularasa, kita harus punya daya ukur terhadap diri kita sendiri. Harus proporsional, istilah Jawanya sakdedeg sakpangawe.
Jika saudara sudah sadar peta diri atau mengerti dirinya sendiri (jagad cilik), maka saudara pasti akan dengan mudah mengerti lingkungannya (jagad ageng). Lebih jauh lagi, saudara pun akan menyadari, bahwa saudara hidup di muka bumi ini tidak sendiri, tapi ada orang lain, yang sama sama punya kelebihan dan kekurangan. Punya hak dan kewajiban yang juga sama. Dengan demikian saudara tidak akan bersikap sombong dan meremehkan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri. Sebab saudara sadar, bahwa di luar diri saudara, ada orang lain dan juga lingkungan yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Pemahaman dan kesadaran seperti yang sudah saya sampaikan di atas itu, merupakan bagian dari proses laku mamayu hayuning bawana. Laku ini, sesungguhnya jika saudara mau merenung lebih dalam lagi, bukan untuk orang lain. Akan tetapi laku yang muaranya untuk kebahagiaan diri pribadi.
Penjabarannya, barangkali ada di antara kita yang suka memelihara unggas. Contoh bebek atau ayam. Karena kita mencintai dan menyayangi hewan itu, maka kita rela menyediakan waktu, tenaga, pikiran bahkan biaya guna memelihara unggas kesayangan itu. Atas pengorbanan itu pada saatnya, kita pasti diberi imbalan berupa telor, yang sedikit banyaknya sebanding dengan intensivitas kita dalam proses pemeliharaan.
Pertanyaannya, atas kasih sayang dan pengorbanan kita dalam memelihara bebek atau ayam itu, siapa yang akan menikmati telornya? Kita sendiri, bukan? Kalau toh telor itu kemudian saudara jual, uangnya juga masuk ke kantong saudara sendiri. Bukan untuk orang lain.
Begitu pula jika kita dengan tulus mencintai orang lain, manyayangi sesama umat manusia dan alam di lingkungan kita. Pada gilirannya, kita pun akan dicintai orang lain. Dan, tentu saja kita akan dicintai dan disayangi Sang Pencipta. (Cintailah penduduk bumi, maka penduduk langit pun akan mencintaimu.Sapa nandur bakal ngundhuh. Sapa miwiti bakal mungkasi).
Segenap tamu undangan, Saudara Pengurus dan jajarannya, serta Keluarga Besar SH Terate yang saya cintai
Kebenaran tetap harus disuarakan. Aturan wajib ditaati dan ditegakkan. Namun, satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah, bahwa kita telah sepakat untuk lebur ke dalam “persaudaraan sejati”. Yakni, jalinan persaudaraan yang berangkat dari hati nurani, saling cinta mencintai, sayang menyayangi, hormat menghormati dan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, dalam bersikap maupun menyuarakan pendapat, hendaknya saudara mengedepankan nilai nilai persaudaraan. “Ojo waton omong, nanging omong kang nganggo waton”. Sebab, di samping SH Terate menggariskan aturan aturan tertulis produk parapatan atau musyawarah, seperti AD/ART, Surat Keputusan, Fatwa dan lain sebagainya, masih ada aturan, baik tersurat maupun tersirat, terformat dalam “Aturan Adat atau Hukum Adat” yang bersumber pada prinsip prinsip dasar tradisi keilmuan (ke-SH-an) dan nilai nilai persaudaraan sejati, yang juga wajib kita patuhi.
Dalam konsepsi ajaran yang telah diwariskan oleh leluhur SH Terate, disitu bahkan para leluhur kita telah menempatkan organisasi hanya sekadar syarat bentuk lahir, sebagai ikatan antara saudara. Seperti yang tersurat dalam priambole ; “Sekedar syarat bentuk lahir, disusunlah Organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate, sebagai ikatan antara saudara Setia Hati dan lembaga yang bergawai sebagai pembawa dan pemancar cita.”
Memegang teguh konsepsi ini, sudah sepatutnya kita selalu bersikap santun, mengedepankan kepentingan masyarakat dan mudah memaafkan kesalahan orang lain (gung samodra pangaksami). Dengan mengedepankan keluhuran budi semacam itu, sesungguhnya saudara telah ikut menjaga citra dan martabat SH Terate. Hingga keberadaan SH Terate di manapun tempatnya, akan tetap diterima masyarakat. Bersikaplah penuh kesederhanaan dan terus berkarya untuk kebaikan sesama, hingga membuat masyarakat tentram dan terlindungi. (Ojo sok gawe ala ing liyan, apa alane gawe seneng ing lilyan).
Segenap tamu undangan, Saudara Pengurus dan jajarannya, serta Keluarga Besar SH Terate yang saya cintai
Persaudaraan yang kita anut adalah persaudaraan sejati. Persaudaraan yang berangkat dari kesucian hati, saling hormat menghormati, sayang-menyayangi, cinta mencintai dan bertanggung jawab. Persaudaraan yang tidak memandang siapa aku dan siapa kamu, tidak dilandasi hegemoni keduniawian, seperti drajat, pangkat dan martabat, persaudaraan yang terbebas dari perbedaan suku, ras, agama dan antargolongan.
Pesan saya, jaga baik baik persaudaraan ini, dahulukan kepentingan orang lain dan masyarakat dari pada kepentingan diri sendiri. Sebab, sebaik baiknya manusia di muka bumi ini adalah manusia yang sadar diri dan bermanfaat bagi kehidupan sesama (ngerti dharmaning sasami).
Kepada Ketua Cabang dan jajaran pengurus serta Panitia Tasyakuran menyambut bulan Suro, saya ucapkan terimakasih atas ketulusan dharma saudara, hingga acara ini terlaksana dengan baik. Yakinlah, dharma bhakti saudara, pasti mendapatkan imbalan dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Sebelum mengakhiri sambutan saya, mari kita bersama-sama bersemboyan.
SELAMA MATAHARI MASIH BERSINAR, SELAMA BUMI MASIH DIHUNI MANUSIA, SELAMA ITU PULA SH TERATE, TETAP JAYA, KEKAL ABADI, SELAMA-LAMANYA.

Wassalamualaikum Wr Wb
Madiun, 1 Muharram 1437 Hijriyah/ Oktober 2015
KETUA DEWAN PUSAT SH TERATE
 
KRH. H. TARMADJI BOEDI HARSONO,S.E

Rabu, 26 November 2014

KILAS CERITA

( Pencak Silat Dor di Alon-alon Madiun )

Dulu setiap tahun selalu diadakan Pencak Silat dor di Alon-alon madiun,sekarang lebih dikenal dengan Tarung Bebas yg masih dilestarikan di daerah Kediri & Probolinggo. Alkisah berdasarkan data-data dari sumber yg bisa dipercaya menyebutkan bahwa di era tahun 60an di adakan pertandingan Pencak Silat
dor di Alon-alon Madiun,kemudian naiklah seorang pesilat tangguh yg sukar dikalahkan bahkan belum ada
seorangpun yg bisa mengalahkannya di gladak jawara Pencak dor,beliau adalah Syeh Wulan dari onorogo.untuk catatan,dulu PSHT belum mengikuti pertandingan Pencak Silat dor karena PSHT lebih
mementingkan pada pertandingan Pencak Silat yg resmi.
Tetapi akhirnya PSHT mengikuti jg pertandingan Pencak Dor itu dikarenakan adanya perjanjian yg
sangat memberatkan PSHT,bawasannya jika sampai matahari tenggelam tetapi Syeh Wulan tdk bisa dikalahkan maka semua perguruan Pencak Silat di Madiun tdk boleh mengembangkan sayap diluar kota &
kabupaten madiun.banyak jago-jago silat yg ada di daerah madiun,tetapi mereka tdk berani naik ke atas Gladak.melihat itu RM Sutomo Mangkujoyo mengumpulkan semua warga & siswa PSHT,setelah berkumpul
segera RM Sutomo Mangkujoyo bertanya,”siapa yg mau & sanggup menghadapi Syeh Wulan?”,kemudian teracunglah jari tangan dari warga PSHT yg duduk di belakang,ternyata yg mengacungkan jari itu adalah RM Imam Koessoepangat. Kemudian RM Sutomo Mangkujoyo tersenyum & memberikan restu untuk bertanding,bahkan eyang Badini melakukan Ritual dgn cara mendudukan RM Imam Koessoepangat diatas tampah yg ditaburi kacang hijau,dikarenakan pertandingan ini tdk hanya pertandingan kanuragan saja
melainkan pertandingan kadigdayan.setelah selesai RM Imam Koessoepangat tdk segera menuju gladak
pertandingan,melainkan beliau pulang untuk meminta doa restu pada sang Kanjeng Ibu,Raden Ayu
Koesmiyatun,setelah mencium kedua kaki ibunya beliau pergi berziarah di makam ayahnya,Raden Mas Ambar Koessensi.barulah beliau pergi ke gladak pertandingan tanpa diantar saudara-saudara dr PSHT
karena beliau sendiri yg meminta agar saudara PSHT lebih baik menunggu kedatangannya saja di gladak
pertandingan. Setelah beliau sampai beliau disambut oleh RM Sutomo Mangkujoyo & menepuk pundak
beliau sambil berpesan,”mati lanuripe PSHT ana ing tanganmu,mula jeng andika kudu waspada lan waskita supaya den purih joyo kang sejati.”(mati & hidupnya PSHT ada ditanganmu sekarang,maka kamu harus
waspada & pandai supaya memperoleh kemenangan yg sejati/tdk curang),RM Imam Koessoepangat mengangguk & mencium tangan RM Sutomo Mangkujoyo sebelum naik geladak. Setelah naik di geladak
pertandingan beliau berbicara kepada Syeh Wulan,”menopo kulo angsal ngaturaken panuwunan
dumateng andika?”(apakah saya boleh mengucapkan permintaan kepada anda?),Syeh Wulanpun
menjawab”monggo.”(silahkan) .”kulo nyarujuki bileh kawulo kawon sedoyo paguron wonten ing tlatah Madiun mboten bade medal saking leladan Madiun,nanging bileh kawulo unggul ing jurit kawulo nyuwun
supados santri-santri panjenengan mlebet lan tumut gegladen wonten ing PSHT,namung meniko kemawon panuwun kulo.”(saya menyetujui jika saya kalah semua perguruan yg ada di bumi madiun tdk akan
keluar dr wilayah madiun,tetapi jika saya menang saya meminta agar santri-santri anda masuk & ikut
latihan di PSHT,hanya itu permintaan saya),Syeh Wulan menyetujui permintaan itu & dimulailah pertandingan itu. Mungkin semua menyangka kalau pertandingan itu akan berjalan sengit & lama,tapi kenyataannya tidak,dalam waktu 1 menit 58 detik Syeh wulan sudah terkapar tidak dapat melanjutkan
pertandingan lagi,maka keluarlah RM Imam Koessoepangat menjadi juara.kemudian di era tahun 70an
Syeh Wulan bertandang ke Rumah RM Imam Koessoepangat,tidak ada permusuhan diantara mereka,semua melebur dalam canda & tawa,bahkan RM Imam Koessoepangat berkelakar pada Syeh Wulan,”pripun menawi kulo lan panjenengan gelud malih?”kata beliau sambil tertawa,Syeh Wulanpun jg tertawa
lepas & sama sekali tdk ada dendam diantara mereka. Setelah itu mengijinkan santri-2 nya utk ikut bergabung Latihan dg PSHT dan mengakui serta mendukung PSHT Melebarkan Sayapnya keseluruh
penjuru, dan sampai skr PSHT msh berkibar.....jayalah SH Terate .....!!!

SEJARAH

MASA PERINTISAN (Tahun 1922 – 1952)
TAHUN 1922
Cikal bakal Setia Hati Terate adalah Setia Hati Pemuda Sport Club, perguruan pencak silat yang didirikan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo (1890 - 1952), warga Desa Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, pada tahun 1922.
Beliau merupakan murid dari Ki Ngabehi Soerodiwirjo (1869-1944), pendiri aliran pencak silat Setia Hati (SH – lebih dikenal SH Winongo), yang berpusat di Desa Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun (sampai saat ini kegiatan SH Winongo masih eksis dan seluruh kegiatannya dipusatkan di rumah/panti peninggalan Ki Ngabehi Soerdiwirjo).
Desa Pilangbango pada era pemerintahan Kolonial Belanda merupakan sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Wungu, Madiun (sekarang Desa Pilangbango berubah status menjadi kelurahan, masuk wilayah Kecamatan Kartoharjo).
Pada awal perintisan SH PSC hanya berupa latihan pencak yang diikuti oleh sejumlah pemuda dan teman seperjuangan Pak Hardjo Oetomo. Berbekal ilmu pencak silat Djojo Gendilo Ciptomuljo, ciptaan Ki Ngabehi Soerodiwirjo saat beliau berguru di SH Winongo (Bapak Hardjo Oetomo dikecer di SH Winongo tahun 1917), beliau mengumpulkan pemuda setempat untuk digembleng ilmu kanuragan. Latihan pencak silat yang digelar Pak Hardjo Oetomo saat itu secara implisit (sembunyi-sembunyi) diformat sebagai ajang pembekalan (basis) pemuda untuk melawan penjajahan Belanda. (berdasar dokumen yang dimiliki KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, S.E.).
Jiwa patriotisme yng tertanam di dalam dada Pak Hardjo Oetomo tidak rela tanah air tercinta dijajah bangsa lain. Demi memenuhi dharma bhakti kepada bumi pertiwi. Setelah membuka tempat latihan di Pilangbango, beliau juga membuka tempat latihan pencak silat di daerah lain, seperti Loceret, Nganjuk, Pare, kediri dan beberapa kota lain di Jawa Timur. Beliau membuka latihan pencak silat dengan niat mulia. Yakni mengembangkan ilmu pencak SH ke masyarakat kecil (rakyat jelata) dan para pejuang perintis kemerdekaan. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan bahwa ilmu pencak SH hanya diajarkan kepada kaum bangsawan dan pangreh projo (pegawai pemerintahan Belanda)saja, seperti kerabat Bupati, Wedana, Mantri Polisi dan masyarakat berdarah biru (kaum bangsawan- dalam stratafikasi sosial masyarakat Jawa, komunitas kaum bangsawan ini biasanya bergelar Raden (R), Raden Mas (RM), Raden Ajeng (RA), Raden Bagus (RB) di depan namanya ). (berdasar sumber dari catatan pribadi (buku harian) yang ditulis sendiri oleh Bapak Hardjo Oetomo)
Sejumlah dokumen menyebutkan, terdapat beberapa alasan mendasar yang memantik niat Ki Hadjar Hardjo Oetomo membuka tempat ltihan dan mendirikan perguruan pencak silat baru. Yakni terjadi silang pendapat yang cukup prinsip antara beliau dengan Ki Ngabehi Soerodiwirjo.
Selain alasan tersebut, Ki Hadjar Hardjo Oetomo tidak sependapat jika ilmu SH diajarkan kepada anak-anak Belanda (sinyo). Sebab hal itu bertentangan dengan prinsip beliau, yang ingin menjadikan pencak silat, sebagai basis pelatihan pemuda pribumi dalam rangka menyusun kekuatan melawan penjajah Belanda.
Ditengarahi, lantaran keberanian Ki Hadjar Hardjo Oetomo membuka tempat latihan baru ini, beliau dan muridnya sempat diolok-olok sebagai kelompok “SH Murtad”, artinya tidak setia (ingkar).
TAHUN 1924
Bapak Hardjo Oetomo baru memberikan nama latihan pencak silat yang didirikan itu pada tahun 1924, dengan nama Setia Hati Pemuda Sport Club. Nama itu disingkat oleh beliau sendiri dengan singkatan SH PSC. Hal itu terjadi setelah beliau bertemu dan berdiskusi dengan Amin Kuseri, seorang guru Sekolah Rakyat (SR) di Pare, Kediri. Di tempat ini, beliau juga sempat membuka tempat latihan.
Dalam buku hariannya, beliau menandaskan sekalipun pemberian nama perguruan pencak silat SH PSC terjadi di Pare, kediri, pusatnya tetap di Pilangbango, Madiun, kediaman beliau.
Tradisi komunikasi sosial yang dikembangkan di awal berdirinya SH PSC adalah “paguron” (perguruan pencak silat), dengan sistem kepemimpinan yang menempatkan sosok patron (tokoh) atau guru berada pada posisi puncak (pucuk pimpinan).
Kegiatan SH PSC diawasi dengan ketat oleh Pemerintahan Kolonial Belanda karena mengajarkan pencak silat, walau latihan pencak silat sudah dilakukan secara sembunyi –sembunyi.
Tahun 1924 ini pula Bapak Hardjo Oetomo ditangkap oleh Belanda karena melakukan gerakan menantang Pemerintahan Kolonil Belanda di Madiun dan beliau dihukum selama tiga bulan. Hukuman itu dijalankan di penjara Talang, Jember. (catatan singkat sejarah perjuangan yang ditulis oleh istri beliau Ibu Inem Hardjo Oetomo).
Berdasar catatan tersebut, berarti beliau ditangkap dan dipenjara Kolonialis setelah mendirikan SH PSC di Pare, Kediri.
Setelah keluar dari penjara talamng, jember, ternyata semangat Pk Hardjo Oetomo dalam gerkan perintisan kemerdekaan semakin berkobar. Aksinya ini menjadikan pemerintah Kolonial Belanda semakin berang.
Tahun 1925, Bapak Hardjo Oetomo ditangkap lagi dan dipenjara selama 6 bulan. Istri beliau saat itu juga ikut ditangkap dan dibawa ke Bereau Velpolitie. Tapi dipulangkan lagi setelah menjalani interogasi dan menandatangani berkas perkara pemeriksaan.
Selang tiga bulan berda di penjara Pemerintahan Belanda, beliau dipanggil dan dibawa ke pengadilan (landraad) Belanda dengan tuduhan merencanakan aksi pemogokan dan menentang kebijakan pemerintah kolonial di dalam penjara. Sidang majlis hakim Pemerintah Kolonial Belanda memutuskan Bapak Hardjo Oetomo bersalah divonis hukuman penjara selama 5 tahun.
Vonis penjara 5 tahun itu dijalankan setelah Bapak hardjo Oetomo menyelesaikan masa hukuman enam bulan di tlang, jember. Berdasarkan putusan itu pula beliau dipindahkan dari penjara talang, jember ke penjara Cipinang, Jakarta Timur.
Dua tahun berada dalam penjara Cipinang, Bapak Hardjo Oetomo, kembli melakukan gerakan melawan kebijakan penjajah. Karenanya Pemerintah Kolonial belanda mengambil langkah mengasingkan beliau ke penjara Padang Panjang, Sumatera Barat.
Catatan itu juga menyebutkan, beliau sebenarnya sudah masuk dalam deretan nama-nama pejuang Perintis Kemerdekaan RI yang akan dibuang ke Boven, Digul. Tapi hukuman itu urung dijalankan karena beliau sudah menjalani hukuman selama 3 tahun di penjara Padang Panjang.
Catatan ringkas perjalanan SH Terate yang dibuat oleh bapak Jendro Dharsono, menyebutkan sekembali dari penjara Padang Panjang kehidupan Bapak Hardjo Oetomo cukup menderita. Untuk menopang kehidupan rumah tangga, beliau sempat berganti-ganti profesi. Antar lain menjadi mandor pabrik tenun, bahkan pernah menjadi wartawan dan menerbitkan media massa (surat kabar/koran). Surat kabar yang didirikan oleh Bapak Hardjo Oetomo berbentuk mingguan (tabloid) yang diberi nama “Keinsyafan Rakjat”. Di media masaa ini beliau menjabat sebagai Pimpinan redaksi.
Tetapi tidak lama kemudian, mingguan Keinsyafan Rakjat dibredel (dilarang terbit) oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Alasannya media massa tersebut dijadikan alat propaganda pergerakan menentang penjajahan di tanah air tercinta.
Setelah upaya pembredelan tabloid tersebut, gerak gerik Bapak Hardjo Oetomo terus diawasi. Bahkan untuk memperketat pengawasan, pemerintah Kolonial Belanda mendirikn pos penjagaan di depan rumah beliau di Pilangbango.
Memasuki tahun 1938, kondisi fisik Bapak Hardjo Oetomo ( + beliau berusia 48 tahun) mulai menurun. Beliau menderita sakit stroke dan separo badannya tak bisa digerakkan. Karena keterbatasan itu, kegiatan SH PSC diamanatkan kepada sejumlah muridnya. Konsep kepemimpinan kolektif mulai dikembangkan, guna mengisi kevakuman posisi pimpinan.
TAHUN 1942
Pada masa pendudukan Jepang, tahun 1942, SH PSC berganti nama menjadi Setia Hati Terate (SH Terate). Nama ini merupakan usulan Soeratno Sorengpati, tokoh perintis kemerdekaan daei Indonesia Muda, salah seorang siswa SH Terate saat itu. Salah satu alasan yang mendasari pergantian nama itu, adalah agar SH PSC tidak lagi dicap sebagai pemberontak seperti zaman penjajahan Belanda.
Sekalipun sudah berubah nama menjadi SH Terate, konsep komunikasi yng dikembangkan di kalangan warga SH Terate, pada era itu masih tetap memakai konsep “peguron” (perguruan) pencak silat. Hirarki kepemimpinan masih dipegang guru, dalam hal ini Bapak Hardjo Oetomo.
TAHUN 1948
Atas izin Bapak Hardjo Oetomo, pada bulan Juli 1948, digelar konferensi (Musyawarah Antar Warga SH Terate) di kediaman beliau di Pilangbango, Madiun. Sejumlah murid beliau tampil ke depan. Antara lain Bapak Soetomo Mangkoedjojo, Bapak Jendro Dharsono, Bapak Soemadji, Bapak Badini, Bapak Moch. Irsyad. Saat itu Bapak Hardjo Oetomo dalam keadaan sakit (separo badannya tidak dapat digerakkan).
Musyawarah tersebut melahirkan mufakat, bahwa kegiatan SH Terate harus tetap berjalan dan berkembang. Karena Bapak Hardjo Oetomo tidak dapat melakukan aktivitas, kegiatan latihan pencak silat mulai diamanatkan kepada murid-muridnya. Kemudian digagas perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate. Yakni, dari sistem “Perguruan pencak Silat” ke sistem Organisasi Persaudaraan.
Pada tahun 1950 Bapak Hardjo Oetomo mendapat pengakuan dan penghargaan dari pemerintah RI sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan RI. Penghargaan ini diberikan atas jasa beliau berjuang melawan Belanda.
TAHUN 1952
Pada hari Sabtu, tanggal 12 April 1952 Bapak Hardjo Oetomo wafat dalam usia + 62 tahun, dan jenazahmya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Pilangbango, Madiun.
Bapak Hardjo Oetomo meninggalkan seorang istri, Ny. Inem dan dua orang putra yang diberi nama Harsono dan Harsini. Bapak Harsono juga merupakan warga SH Terate terakhir beliau aktif di SH Terate Cabang Surabaya menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Cabang. Beliau wafat tahun 2000 di rumah puteri kemenakan beliau di Jl. Tambak Mayor Surabaya. Saat pelepasan jenazah beliau diantar oleh Mas Aliadi Ika (Ketua SH Terate Cab. Surabaya) dan keberangkatan jenazah ke Madiun diiringi Warga SH Terate, sesampai di Pilangbango, jenazah beliau diterima oleh Mas Tarmadji selaku Ketua Umum Pusat, yang selanjutnya dimakamkan di pemakaman yang sama dengan ayahanda beliau. Sedang Ibu Harsini bersuamikan Warga SH Terate yang bernama Bapak Gunawan Pamudji, (beliau berdua juga sudah wafat).
Keberadaan Bapak Hardjo Oetomo sebagai pendiri, sekaligus pelatih atau guru pencak silat, menduduki posisi patron. Karena posisi beliau ini, beliau disegani dan sangat dihormati oleh murid-muridnya. Sebagai wujud penghormatan dan penghargaan kepada beliau murid-muridnya memberi gelar “Ki Hadjar” (diambil dari akar kata dalam bahasa Jawa “ajar” yang artinya pelatih, pendidik, pengajar). Dalam perkembangannya, nama pendiri SH Terate disebut lengkap dengan gelarnya, yakni Ki Hadjar Hardjo Oetomo.

 MASA TRANSISI (Tahun 1953 – 1980)
Pasca wafatnya Ki Hadjar Hardjo Oetomo, kegiatan SH Terate diteruskan para muridnya. Jumlah anggota yang ikut bergabung, satu demi satu mulai bertambah searah perjalanan waktu.
Era kemerdekaan bergulir pelan tapi pasti dan kegiatan SH Terate yang pada masa Kolonial diawasi dan dibatasi, telah berubah menjadi leluasa dan bebas. Ruang gerak warga masyarakat dalam mengembangkan kreativitas, terbuka lebar. Belenggu kolonialisme tak ada lagi, berganti era harapan baru untuk berjuang demi mengisi kemerdekaan.
Sejalan dengan itu, mulai muncul pemikiran tentang format penataan program kegiatan di dalam SH Terate. Posisi “guru” atau pemimpin SH Terate yang vakum setelah Ki Hadjar Hardjo Oetomo wafat, sudah selayaknya diisi.
Gagasan perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate yang pernah dibicarakan dalam konferensi di Pilangbango tahun 1948, semakin mengerucut. Puncaknya pada tanggal 13 September 1953, dengan digelarnya Konferensi/ Rapat Permusyawaratan Warga SH Terate di Jl. Diponegoro No. 45 Madiun, kediaman Bapak Soetomo Mangkoedjojo (1908-1975).
Rapat Permusyawaratan Warga/ Konferensi SH Terate saat itu menghasilkan sejumlah keputusan penting, antara lain :
1. Menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) SH Terate yang pertama
2. Menetapkan susunan Pengurus SH Terate Pusat di Madiun, yaitu :
Ketua : R.M. Soetomo Mangkoedjojo
Penulis I : R. Soemadji
Penulis II : S. Hadi Soebroto
Bendahara : Bambang Soedarsono
Pembantu : Karsono dan Harsono
Pelatih : Santoso dan Badini
3. Untuk menghargai jasa Bapak Hardjo Oetomo yang telah berjuang mendirikan perguruan pencak silat ini, SH Terate memberikan gelar kehormatan kepada beliau dengan Ki Hadjar.
4. Istri Bapak Hardjo Oetomo, Ibu Inem Hardjo Oetomo diposisikan sebagai Ibu SH Terate.
5. Sementara itu untuk mengefektifkan program latihan pencak SH Terate, Bapak Santoso dan Pak Badini ditunjuk sebagai pelatih.
Mengapa langkah pembaharuan itu ditempuh? Alasannya pertama agar SH Terate mempu mensejajarkan kiprahnya dengan perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai komunitas yang melingkupinya. Dengan adanya perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate dari “paguron” menjadi organisasi yang bertumpu pada sistem “persaudaraan”, berarti gaung pembaharuan telah diluncurkan dan proses perubahan telah digelar. Yakni perubahan roh organisasi dari sistem tradisional ke sistem organisasi modern. Dengan konsep ini, kelak SH Terate diharapkan mampu menjawab tantangan kehidupan yang semakin kompleks.
Alasan kedua; agar SH Terate tidak dikuasai dan bergantung pada perorangan saja, sehingga kelangsungan hidup organisasi dan kelestariannya lebih terjamin.
Meski roh organisasi sudah bergeser dari perguruan pencak silat berubah menjadi organisasi persaudaraan, namun dalam konsepsi keilmuan (idealisme), tradisi paguron masih tetap dipertahankan. Ini mengingat bahwa SH Terate lahir dari akar budaya pencak silat yang tetap ngugemi prinsip-prinsip patrialisme.
Lain kata konsepsi demokratisasi lebih dikedepankan dalam penataan organisasi. Sementara dalam prosesi pewarisan keilmuan, tradisi paguron atau perguruan pencak silat masih dipegang teguh oleh tokoh-tokoh SH Terate. Dan ini harus diakui terus dipertahankan turun-temurun, hingga era kepemimpinan RM Imam Koessoepangat dan era kepemimpinan KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, S.E. Sebab berdasarkan kajian empiris, tradisi paguron ini justru merupakan roh yang memberikan kekuatan nilai-nilai persaudaraan dan ke-Setia Hati-an (ke-SH-an).
Terpilihnya Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua Pusat SH Terate pada periode ini, merupakan pilihan yang tepat. Pak Tomo (panggilan akrab beliau) dikenal sebagai tokoh yang cukup arif dan bijaksana. Sosoknya tinggi, tegap dan berwibawa. Beliau juga setia dan tegas dalam mengambil keputusan, serta teguh dalam memegang prinsip. Satu lagi pandangannya cukup luas dan terbuka. Dibalik sosoknya yang tinggi dan tegap tersembunyi budi pekerti/ kesantunan beliau terhadap sesama.
TAHUN 1956
Di tahun 1956 dikarenakan Bapak Soetomo Mangkoedjojo pindah tugas dari BRI (Bank Rakyat Indonesia) Cabang Madiun ke BRI Surabaya (Kaliasin), jabatan Ketua SH Terate digantikan Bapak Moch. Irsyad. Sedangkan jabatan sekretaris dipegang oleh Bapak Soedarsono.
Pak Moch. Irsyad dikenal sebagai pendekar yang menguasai teknik beladiri yang cukup matang. Pada era kepemimpinan beliau ini, dilakukan penggalian teknik dan akurasi gerakan pencak silat. Gerakan, terutama pada serangan yang menurut keyakinannya lemah, dicoba untuk lebih diakurasikan.
Pendalaman, penelitian dan kajian yang dilakukan Pak Moch. Irsyad ini melahirkan sejumlah gerakan teknik yng kemudian dipakai untuk mengakurasikan bebrapa gerakan jurus SH Terate.
Pada saat Pak Moch. Irsyad menjadi Ketua Pusat, setelah beliau melakukan uji materi dan pendalaman akurasi jurus, lahir sejumlah temuan :
1. Beberapa gerakan jurus, sebut misalnya Jurus I sampai dengan Jurus IV, diakurasikan. Terutama pada gerakan serangan. Sebelumnya pukulan pada Jurus I (hitungan ke-4) adalah mbandul (pukulan menggunakan punggung tangan) diakurasikan menjadi menohok (upper cut). Kemudian gerakan colok yang semula hanya dengan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah), diakurasikan dengan lima jari yang dirapatkan hingga makin bertenaga. Jurus 5 yang awalnya setelah pasang hanya gerakan tangkisan kaki, ditambah dengan gerakan tangkis pukul, gerakan jurus lain yang disempurnakan adalah Jurus 8, yaitu dengan perubahan pasangan nangkis dan tendangan dua kali.
2. Sementara untuk mendasari gerakan siswa SH Terate Pak Moch. Irsyad menciptakan gerakan senam dari senam 1 (satu) hingga senam 90 (sembilan puluh). Gerakan senam merupakan gerakan penggalan-penggalan jurus, untuk mendasari siswa mempermudah menggerakan dan menghafalkan jurus.
3. Pada era kepemimpinan Pak Moch. Irsyad ini juga lahir keputusan penting lainnya. Yakni, penciptaan Kode Pendekar SH Terate. Salah satu alasan penciptaan kode pendekar, karena jumlah Warga SH Terate saat itu sudah mulai banyak, sehingga di antara Warga mulai tidak saling mengenal karena beda tempat latihan dan pengesahan.
Dengan Kode pendekar SH Terate ini, seorang warga bisa melakukan deteksi secara akurat, apakah orang yang baru dikenal itu Warga SH Terate atau bukan. Kode Pendekar SH Terate yang diciptakan Pak Moch. Irsyad sampai sekarang masih digunakan dan diberikan kepada anggota SH Terate yang sudah disyahkan menjadi Warga.
Penciptaan senam dasar dan penyempurnaan jurus ini juga diyakini agar SH Terate tidak diperolok lagi sebagai SH Murtad oleh sekelompok orang yang merasa memiliki atau merasa sabagai ahli waris (trah) SH yang didirikan oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo. Salah seorang murid pak Moch. Irsyad yang langsung menerima pelajaran senam 1 sampai 90 dan pendalaman akurasi jurus adalah RM. Imam Koesoepangat (1938-1987).
RM Imam Koesoepangat yang lebih akrab dengan panggilan Mas Imam, mulai berlatih pencak silat di SH Terate tahun 1953 (saat berusia + 16 tahun). Selama lima tahun (dari tahun 1953-1958) beliau berlatih di bawah asuhan langsung Pak Moch. Irsyad (murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo) dan menerima langsung pendalaman teknik dan akurasi jurus serta senam dasar. Mas Imam disyahkan menjadi pendekar SH Terate Tingkat I pada tahun 1958 ketika berusia 20 tahun bersama Bapak Koeswanto, B.A., dan Bapak Harsanto. Pengesahan dilaksanakan di Oro-oro Ombo, Madiun kediaman Bapak Santoso, Dewan Pengesah Bapak Soetomo Mangkoedjojo.
Dalam perkembangannya, anak didik langsung Pak Moch. Irsyad yang satu ini, muncul sebagai tokoh yang cukup diperhitungkan.
TAHUN 1959
Tahun 1959, RM Imam Koesoepangat mulai melatih di Paviliun Kabupaten Madiun. Kediaman beliau terletak bersebelahan dengan Pendapa Kabupaten Madiun. Beliau adalah sosok pendekar yang santun dan berwibawa. Jika melatih siswanya, beliau disiplin, keras, dan tegas. Ucapan dan perilakunya konsisten, jika bilang A maka yang beliau lakukan juga A. Akan tetapi dibalik sikap keras beliau dalam melatih, beliau adalah sosok yang santun dan lembah manah, jika berbicara kepada murid-muridnya beliau memakai bahasa Jawa halus (boso kromo).
Selama Mas Imam melatih pencak silat, materi senam dan jurus yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus yang sampai sekarang diajarkan kepada siswa SH Terate yangmana beliau pelajari dari Pak Moch. Irsyad. Dalam perkembangannya senam dan akurasi jurus yang pada era Pak Moch. Irsyad akhirnya dijadikan gerakan baku pencak silat SH Terate.
TAHUN 1960
Pada kisaran tahun 1960 Bapak Moch. Irsyad mengakhiri masa jabatannya sebagai Ketua SH Terate dan pindah tempat tinggal ke Bandung. Sebagai gantinya Bapak Santoso diangkat menjadi Ketua Pusat SH Terate.
Pada 27-28 April 1962 diselenggarakan persamaan Jurus SH Terate di Madiun yang dipimpin langsung oleh Pimpinan Pusat. Persamaan Jurus pada waktu itu mengenai Jurus Tingkat I (36 Jurus Tingkat I - SH Terate), sedang Jurus Tingkat II, dan Tingkat III tidak dipersoalkan.
Pada 29-30 September 1962 digelar Musyawarah SH Terate di rumah Bapak Santoso, Jln. Srigading 1 Madiun. Dalam Musyawarah tersebut merumuskan AD/ART SH Terate (12 Pasal Anggaran Dasar, 11 pasal Anggaran Rumah Tangga). Dalam AD/ART juga menetapkan lambang organisasi yaitu gambar hati putih bertepi merah dengan sinar putih di atas bunga teratai putih, yang dilukis pada dasar hitam yang tersirat kata-kata PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE di dalamnya. (berdasar dokumen buku “Pusaka Setia Hati Terate” yang diterbitkan oleh SH Terate Cabang Surabaya, 17 Oktober 1963).
Pada tahun 1963 untuk pertama kalinya dikumandangkan Mars SH Terate pada acara Pagelaran Seni Budaya di Gedung Bioskop Basuki Jl. Sulawesi (sekarang Tegel Dewasa). Syair mars SH Terate digubah oleh RM Imam Koesoepangat sedangkan aransemennya dikerjakan Ady Yasco (Adi Pracihno).
Saat itu Mas Imam berpesan “Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia, pemersatu bangsa Indonesia. Kalau Pancasila dirubah, saya tidak rela dan akan mempertahankan bersama-sama dengan pendekar SH Terate”.
TAHUN 1963
RM. Imam Koesoepangat berhasil mengesahkan anak didik pertama. Yakni, Tarmadji, RM Abdullah Koesnowidjojo (Adik RM Imam Koessupangat), Soediro, Bibit Soekadi, Soedarso, Soedibyo, Soemarsono dan Bambang Tunggul Wulung. Dari kedelapan anak didik Mas Imam sampai saat ini, yang masih hidup tinggal Mas Tarmadji (Ketua Dewan Pusat) dan Mas Soedibyo (tinggal di Jakarta).
Perlu ditegaskan bahwa Mas Tarmadji adalah anak didik Mas Imam, sejak latihan sampai disyahkan pelajaran pencak silat Tingkat I yang dierima dari Mas Imam saat itu adalah pelajaran pencak yang telah disempurnakan pada era pak Moch. Irsyad. Yakni : Senam 1 sampai 90, Jurus yang sudah diakurasikan, sikap Pasangan, sambung persaudaran. Disela-sela pelajaran itu diberikan permainan krippen (kuncian), permainan toya. Terakhir dididik kerohanian (kebatinan). Kemudian berkembang lagi ada pelajaran ausdower (peningkatan fisik). Pelajaran-pelajaran tersebut istilahnya “ilmu kang aweh reseping ati” (ilmu yang memberi ketenangan batin). Sementara itu, bagi Saudara- Saudara/ Kadhang SH Terate yang mempelajari ilmu kebatinan dan kanuragan yang ibaratnya “ngelmu amrih dibacok ora tedas, ditembak lakak-lakak” (ilmu yang dipelajari agar kebal bacok/ilmu kekebalan, ditembak malah tertawa terbahak-bahak), tidak pernah dipermasalahkan dengan catatan ilmu yang dipelajari itu dipergunakan hanya untuk pengayaan keilmuan secara pribadi dan tidak dimasukkan ke dalam kurikulum pelajaran keilmuan di SH Terate.
Masih di tahun 1963, ada peristiwa penting yang patut disampaikan. Pasalnya momen ini dipandang sebagai tonggak penguat perkembangan SH Terate. Yakni turunnya para pendekar SH Terate ke gelanggang adu bebas.
Gelanggang adu bebas pada tahun enampuluhan nerupakan event bergengsi, bagi pendekar persilatan di Madiun dan sekitarnya. Event ini merupakan arena pertandingan kelas laga yang diatur dengan sistem full body contact. Boleh dibilang event ini, merupakan ajang uji kanuragan para pendekar pilih tanding yang diatur dengan sistem pertandingan (ada wasit pertandingan) dan ditonton orang banyak.
Dulu selain dijadikan ajang olah kanuragan dan adu kesaktian, even yang digelar setahun sekali di halaman Kabupaten Madiun ini, juga dijadikan media promosi perguruan pencak silat untuk menggaet peminat. Perguruan pencak silat yang berhasil memenangkan pertandingan jumlah muridnya pasti akan semakin banyak. Saat itu, RM Imam Koesoepangat jadi jagonya SH Terate disamping Parno Ramelan, dan Sudarso
Di arena laga bebas itu Mas Imam berhadapan dengan Kyai Soekoco dari SH Tuhu Tekad – Sewulan, Dagangan. Seorang pendekar yang dikenal digdaya dengan postur tubuh yang jauh lebih tinggi jika dibanding dengan Mas Imam. Selain itu Kyai Soekoco juga dikenal pendekar pilih tanding dan berpengalaman serta beberapa kali memenangkan even adu bebas.
Awalnya sejumlah tokoh SH Terate meragukan kemampuan Mas Imam. Tapi terbukti beliau berhasil mematahkan keragu-raguan saudara-saudara SH Terate. Pada awal-awal pertandingan berlangsung seru, kedua pendekar bertanding cukup imbang. Beberapa kali tendangan dan pukulan Mas Imam mengenai tubuh Kyai Soekoco cukup telak, namun Kyai Soekoco hanya senyum saja, pertanda Kyai Soekoco seorang pendekar yang kebal. Memasuki babak akhir Mas Imam berhasil mengunci tubuh Kyai Soekoco, saat itu juga Mas Imam berteriak agar wasit melakukan perhitungan. Meski Kyai Soekoco berupaya melepaskan diri dari kuncian namun tak berhasil. Akhirnya wasit memutuskan pertandingan dimenangkan oleh Mas Imam.
Tahun 1965, Mas Imam menjadi Ketua Banteng Dwikora. Namun beliau berpesan pada Mas Tarmadji, bahwa keikutsertaan beliau dalam dunia politik praktis dan menjabat sebagai ketua Banteng Dwikora sudah masuk wilayah pribadi dan beliau sendiri tidak membawa SH Terate ke dalam pilihan ideologi politiknya.
TAHUN 1965
Pada tanggal 11 Agustus 1966 diselenggarakan Rapat Pengurus Pusat SH Terate di Madiun. Dalam Rapat tersebut menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut (berdasar dokumen SH Terate Pusat No. 006/Sec/SHT/66) :
1. Refresing Pengurus Pusat dan Cabang-Cabang
Dengan timbulnya peristiwa G 30 S, maka Pimpinan Pusat SH Terate perlu untuk mengadakan refresing pengurus baik di Pusat maupun di cabang-cabang. Dengan demikian SH Terate tetap mengabdi pada Negara dan bebas dari segala unsur-unsur politik yang mengganggu jalannya Revolusi Indonesia. Susunan Pengurus Pusat yang baru, sambil menunggu Konggres yang akan datang, yaitu sebagai berikut :
Ibu SH Terate : Ibu Hardjo Oetomo
Ketua I : Bpk Soetomo Mangkoedjojo
Ketua II : Bpk Harsono
Ketua III : Sdr. RM. Imam Kussupangat
Sekretaris I : Sdr. Koeswanto B.A.
Sekretaris II : Sdr. Kadarmanto
Bendahara I : Bpk Hadi Soebroto
Bendahara II : Bpk Hardjo Wagiran
Pelatih Pusat : Bpk Badini
Bpk Harsono
Sdr. RM Imam Kussupangat
Pembantu Umum : Bpk Soenardi
Sdr. Soenarso
Sdr. Soediro
Dewan Pengesah : Bpk Darussalam
Bpk Soetomo Mangkudjojo
Bpk J. Darsono
Bpk Hardjo Giring
Bpk Hadi Soebroto
2. Instruksi kepada Cabang-Cabang
1. Tiap-tiap cabang diharuskan mengadakan refresing Pengurus cabang dalam waktu yang sesingkatnya.
2. Tiap-tiap diharuskan mengirimkn daftar Pengurus/ anggota baik yang belum disyahkan maupun yang sudah disyahkan.
3. Pusat akan mengirimkan “Belletin” kepada cabang untuk memberi bimbingan seperlunya.
4. Tiap-tiap cabang diharuskan mengirimkan rencana kerjanya masing-masing.
3. Rencana Kerja Pusat
Dalam waktu yang singkat SH Terate Pusat akan menerbitkan Majalah SH Terate yang isinya sebagai berikut :
a. Kebatinan SH/ sejarah SH
b. Teknik Pembelaan Diri
c. Cerita pendek perjuangan (bersambung)
d. Berita keluarga
e. Apa dan siapa
Untuk mengisi/ menambah isi MAJALAH tersebut, Dewan Redaksi Majalah tersebut memohon kepada Cabang-cabang untuk mengirimkan karya-karyanya, sajak-sajak/ puisi, cerita-cerita, berita keluarga, termasuk perkawinan, kematian dsb.
Selambat-lambatnya pengiriman karangan harus sudah di meja redaksi dengan alamat: Sdr. Kadarmanto, Jl. Husein Sastranegara No. 4 Madiun dan sudah harus diterima pada tanggal 7 tiap bulannya.
TAHUN 1967
Tahun 1967 RM Imam Kussupangat mesu budi (tirakat atau laku ikhtiar), melakukan puasa selama 7 (tujuh) hari tujuh malam di dalam kamar. Kecintaan beliau pada SH Terate mendorong Mas Imam meninggalkan kesenangan pribadi dan gemar melakukan tirakatan.
Sebelum masuk ke dalam kamar, Mas Imam meminta Mas Tarmadji menjaga di depan pintu. Saat itu beliau berpesan kalau di hari ke-7 (tujuh) beliau tidak keluar, maka Mas Tarmadji diminta mendobrak pintu kamar dan masuk ke dalam.
Tepat pada hari ke-7, Mas Imam keluar kamar dengan sempoyongan. Dengan suara terbata-bata, beliau meminta Mas Tarmadji mencarikan air kunir asam untuk minum. Beberapa saat setelah meminum air kunir asam, beliau berkata, “Njenengan eling-eling dik, njenengan titeni, mbenjing titi wancine SH Terate ageng Dik. Ning kulo mboten nemoni. Mbenjing sing nemoni Dik Madji. Sing mimpin njih Dik Madji. Ageng Dik, ngluwihi paguron-paguron liyane”. (Kamu ingat-ingat ya Dik. Kamu perhatikan. Besok jika sudah sampai waktunya, SH Terate bakal berkembang pesat menjadi besar. Tapi saya tidak menjumpainya. Besok yang menjumpi Dik Madji. Yang memimpin juga Dik Madji. SH Terate besar Dik, melebihi perguruan-perguruan (pencak silat) lainnya). Mendengar ungkapan tersebut Mas Tarmadji hanya diam, dan tidak begitu paham apa maksud ungkapan Mas Imam tersebut. “Saat itu, saya berpikir Mas Imam berkata seperti itu hanya untuk membesarkan hati saya”, ujar Mas Tarmadji.
Hari-hari berikutnya, Mas Tarmadji sering diajak menemani Mas Imam laku tirakat. Banyak lokasi yang dikunjungi, dari Segoro Kidul (Pantai Selatan), Hargo Dumilah di Puncak Gunung Lawu hingga Gunung Srandil. (Maksud dari tirakat tersebut adalah bagaimana manusia dapat berani dan kuat melawan diri dari kelelahan, kecapekan, rasa ingin menyerah/ putus asa. Yang mana dalam kehidupan yang nyata nanti manusia akan dihadapkan dalam realita tantangan hidup yang lebih besar lagi dan bagaimana kita menyadari bahwa sebenarnya musuh yang terbesar adalah nafsu ada dalam diri kita masing-masing-red).
Terkait dengan laku tirakat (tapa brata) yang dilakukan RM Imam Kussupangat, adalah laku pribadi, pengayaan keilmuan pribadi Mas Imam sendiri dan beliau tidak pernah memaksakan diri untuk memasukkan ke dalam kurikulum pelajaran SH Terate.
TAHUN 1974
Tahun 1974 Bapak Soetomo Mangkudjojo menyelesaikan masa bhaktinya sebagai Ketua SH Terate. Perkembangan SH Terate mulai melebar keluar wilayah Madiun. Tercatat 5 Cabang yang telah didirikan :
1. Cabang Surabaya, Jawa Timur dipimpin oleh Bapak Richard Wahyudi
2. Cabang Mojokerto, Jawa Timur
3. Cabang Magetan, Jawa Timur
4. Cabang Solo, Jawa Tengah dipimpin oleh Bapak Ir. Soekamto
5. Cabang Yogyakarta,
Satu momentum penting yang dilahirkan pada periode kepemimpinan Pak Soetomo Mangkudjojo ini adalah proses pembaruan menuju perubahan yang lebih baik. Sebuah proses yang diakui menjadi pondasi perkembangan SH Terate, yang semula berbentuk perguruan menjadi organisasi persaudaraan.
Tahun 1974 digelar Konggres Persaudaraan Setia hati Terate di Madiun. Hasilnya menjunjung tinggi konsep persaudaraan sebuah roh organisasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan dalam menyelesaikan setiap persoalan yang muncul di intern SH Terate. Konggres juga sepakat :
1. Mengangkat RM Imam Koessupangat sebagai Ketua Umum Pusat dan Bapak Soetomo Mangkudjojo sebagai Ketua Dewan Pusat.
2. Menjadikan kedaulatan tertinggi organisasi di tangan anggota dan selanjutnya dapat disuarakan lewat wakilnya dalam setiap konggres.
3. SH Terate berikrar : Barangsiapa mengganggu gugat Pancasila, seluruh Keluarga Besar Persaudaraan Setia Hati Terate siap mempertahankan Pancasila sebagai Dasar negara RI, sampai titik darah penghabisan.
Pada hari Minggu, tanggal 14 Desember 1975, Bapak Soetomo Mangkudjojo wafat. Jenazah beliau dimakamkan di tempat pemakaman Cangkring, Kota Madiun. Lokasi makam ini sekitar 500 meter sebelah barat Stadion Wilis, Kota Madiun.
TAHUN 1977
Pada tahun 1977, SH Terate Pusat kembali menggelar Konggres SH Terate di Madiun. Dalam Konggres memutuskan Bapak Badini menjabat sebagai Ketua Umum SH Terate Pusat, dan RM Imam Koessupangat menjabat sebagai Ketua Dewan Pusat. Sebagai Ketua Dewan Pusat setiap Pengesahan Warga Baru Mas Imam selalu dipasrahi untuk memimpin acara.
Pada periode ini, KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, S.E. mulai diserahi amanah menduduki jabatan di kepengurusan Pusat sebagai Ketua I.
Pak Badini dikenal sebagai pendekar SH Terate yang berbakat dalam permainan tunggal (solospel). Gerakannya matang, luwes, indah dan berisi. Saat menjadi Ketua Umum SH Terate, beliau masih tetap mau turun ke bawah, ikut melatih siswa maupun warga yang ingin menguasai permainan pencak silat seni SH Terate.
Saat Ir. Soekarno masih menjabat Presiden RI, Pak Badini berpasangan dengan Bapak Hardjo Mardjut dipanggil ke Istana Negara di Jakarta untuk memperagakan pencak silat seni.
TAHUN 1978
Pada tahun 1978 SH Terate sempat mengalami defisit kas organisasi. Bahkan punya tanggungan hutang. Berdasarkan kesepakatan pengurus pusat, Mas Tarmadji yang saat itu menjabat sebagai Ketua I, diminta mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah ini.
Mengemban amanat pengurus pusat, Mas Tarmadji mengajukan sejumlah alternatif yang diyakini bisa dijadikan solusi. Salah satunya mengusulkan perubahan uang mahar pengesahan yang tadinya berupa uang mahar yang sudah tidak laku (uang ketengan/benggolan), menjadi uang laku yang digunakan Pemerintah RI.
Berdasarkan keterangan dari sejumlah tokoh SH Terate, dulu jika calon warga membutuhkan uang logam ketengan/benggolan untuk mahar, mereka bisa mendapatkan dari Ibu Inem Hardjo Oetomo. Caranya menukar uang logam lama itu dengan uang baru yang masih berlaku. Selain digunakan untuk mendukung kegiatan SH Terate, hasil penukaran uang mahar itu juga digunakan untuk membantu kehidupan Ibu Hardjo Oetomo, sebagai bentuk penghargaan atas jasa Bapak Hardjo Oetomo mendirikan perguruan pencak silat SH Terate.
Usulan Mas Tarmadji merubah uang mahar ini semula dianggap kontroversional dan memancing perbedatan di kalangan pengurus SH Terate Pusat. Banyak tokoh yang kurang sependapat. Malah beliau sempat dipanggil sejumlah tokoh SH Terate di Surabaya. Antara lain Darmo Sanjoto, Ricard Wahyudi, Maryono, dan Isoyo, Mas Tarmadji diminta memberikan alasan atas usulan itu.
Di hadapan tokoh tersebut, dijelaskan alasan mendasar kenapa beliau berani mengajukan usulan penggantian uang mahar dari yang tadinya uang logam yang tidak laku menjadi uang logam yang laku. Alasan mendasar usulan tersebut adalah bahwa SH Terate sudah memproklamirkan dirinya dari perguruan pencak silat tradisional menjadi organisasi modern. Dengan adanya kesepatan ini, berarti SH Terate bukan lagi milik perorangan, tapi milik anggota. Karena SH Terate sudah berbentuk organisasi modern maka organisasi harus bisa mandiri dan memiliki uang kas yang cukup untuk membiayai kegiatannya. Apalagi tantangan ke depan bukan semakin kecil tapi semakin besar. Kegiatan yang diprogramkan organisasi juga semakin banyak dan bercakupan luas.
Perihal santunan untuk membantu perekonomian keluarga mendiang Ki Hadjar Hardjo Oetomo, Mas Tarmadji bersedia bertanggung jawab penuh. Dan janji itu benar dilaksanakan. Tak hanya sewaktu Ibu Hardjo Oetomo masih hidup, tanggung jawab menghargai jasa keluarga pendiri SH Terate itu juga terus dilakukan sepeninggal Ibu Hardjo Oetomo. Misalnya untuk membiayai acara kirim doa, dan memperingati hari wafatnya Ki Hadjar Hardjo Oetomo maupun Ibu Hardjo Oetomo.
Alasan yang diajukan Mas Tarmadji, terbukti mampu meyakinkan tokoh SH Terate. Sejak saat itu uang mahar yang digunakan calon warga baru (Warga Tingkat I) dalam prosesi pengesahan diganti uang logam yang laku. (Ketika itu uang mahar pengesahan yang digunakan adalah Rp 100,- x 36 dan mulai tahun 2003 uang mahar diganti Rp 1.000,- x 36-red)
Usulan tersebut membawa dampak yang positif bagi perkembangan SH Terate. Bersumber dari uang mahar ini pula, sampai sekarang SH Terate bisa mandiri dan mampu membangun Padepokan Agung SH Terate di Jl. Merak, Nambangan Kidul, Kota Madiun, berikut sarana dan prasarananya.
TAHUN 1979
SH Terate Pusat Madiun menggelar Krida Nasional “SH Terate Cup I” di Madiun. Keluar sebagai Juara Umum dalam kejuaraan pencak silat tersebut adalah Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Solo.
TAHUN 1981
Tahun 1981 sebelum menggelar Musyawarah Besar, SH Terate Pusat kembali menggelar Krida Nasional “SH Terate Cup II” di Solo. Dalam upacara pembukaan even tersebut dibuka oleh Pangdam VII/ Diponegoro. SH Terate Cabang Ngawi menyabet Juara Umum I, SH Terate Cabang Solo memperoleh Juara Umum II.

DASAR2 PENDIDIKAN PSHT

Dasar-Dasar Pendidikan SH Terate

Disampaikan Oleh: KRAT.H.Tarmadji Boedi Harsono, SE

Assalamualaikum Wr Wb

PANDANGAN UMUM

Pada hahikatnya, pendidikan di Setia Hati Terate itu merupakan konsep pendidikan sepanjang masa. Karena itu sistem yang digunakan pun harus bisa mengikuti perkembangan zaman.Yakni konsep pendidikan berkualitas, berdaya saing tinggi dan bisa diterima oleh masyarakat luas.

Pada era perintisan, karena saat itu adalah zaman penjajahan, Bapak Ki Hadjar Hardjo Oetomo, pendiri Setia Hati Pencak Sport Club (SH PSC), cikal bakal SH Terate, memformat konsep latihan pencak silat sebagai basis pelatihan pemuda untuk melawan penjajah. Beliau mulai melatih pencak silat tahun 1922. Tapi baru memberi nama perguruan pencak silat yang dirintisnya itu tahun 1924 dengan nama Setia Hati Pencak Sport Club (SH PSC).

Kemudian di kediaman beliau, Desa Pilangbango (sekarang Kelurahan Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun), Bapak Hardjo Oetomo juga mengumpulkan sejumlah pemuda setempat. Mereka dilatih pencak silat, sebagai bekal berjuang melawan penjajah Belanda.

Karena Bapak Hardjo Oetomo itu murid dari Ki Ngabehi Soerodiwirjo (pendiri Setia Hati atau lebih sering disingkat SH), maka jurus yang ditularkan kepada murid muridnya saat itu adalah jurus milik SH yang lebih dikenal dengan jurus pencak Djoyo Gendilo Cipto Muljo.

Hemat saya, KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro,SE, Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, Bapak Hardjo Oetomo tidak pernah menciptakan jurus sendiri. Jurus yang diajarkan kepada murid muridnya saat itu adalah jurus yang diperoleh beliau saat berguru kepada Ki Ngabehi Soeradiwirjo.

Jurus milik SH Winongo itu terus diajarkan kepada siswa, sejak berdiri hingga SH PSC berubah nama menjadi SH Terate pada tahun 1942, bahkan sampai masa kepemimpinan Soetomo Mangkoedjojo pada tahun 1953 – 1956.

Karena Bapak Hardjo Oetomo mendirikan perguruan pencak silat baru dan tetap menggunakan jurus SH, saat itu SH Terate sering diolok olok sebagai “SH Murtad.”

Pada tahun 1956, saat Bapak Irsad jadi Ketua Pusat SH Terate, mulai dilakukan uji materi dan pendalaman gerakan jurus SH. Hasilnya, penyempurnaan jurus. Antara lain, pukulan mbandul pada jurus 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) diganti dengan menohok. Kemudian jurus 8 (delapan) pasangan nangkis dan tendangan dua kali.

Pada saat Pak Irsad memimpin SH Terate juga diciptakan senam dari senam 1 (satu) sampai dengan senam 90 (Sembilan puluh). Kemudian, diciptakan pula Kode Pendekar SH Terate.

Pendalaman uji materi gerakan jurus dan penciptaan senam ini dilakukan, selain untuk mempertajam pelajaran pencak silat yang diberikan kepada siswa, juga dikandung maksud agar SH Terate tidak dijuluki SH Murtad

Pelajaran pencak silat dengan gerakan senam dan jurus yang disempurnakan di era Pak Irsad memimpin SH Terate inilah yang akhirnya dijadikan gerakan pencak silat baku SH Terate.

Oleh Pak Irsad, gerakan senam dan jurus yang telah disempurnakan itu kemudian diajarkan kepada murid pertama beliau. Yakni RM. Imam Koesoepangat.Boleh dibilang Mas Imam (penggilan akrab RM Imam Koesoepangat) merupakan siswa SH Terate yang pertama kali menerima pelajaran pencak dengan materi senam 1 (satu) sampai dengan 90 (sembilan puluh) ciptaan Pak Irsad dan pelajaran jurus yang telah disempurnakan.

Saya, KRAT H Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro,SE, adalah anak didik Mas Imam yang pertama. Sejak saya latihan dan disyahkan pada tahun 1963, pelajaran pencak silat yang saya terima saat itu juga pelajaran pencak yang sudah disempurnakan pada era Pak Irsad. Yakni, senam 1 (satu) sampai dengan 90 (Sembilan puluh). Jurus yang sudah disempurnakan, pasangan, kemudian sambung persaudaraan.

Maknanya, sejak Mas Imam melatih, kemudian memimpin SH Terate, yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus baru. Sedangkan jurus lama tidak lagi digunakan, karena jurus itu miliknya SH Winongo.

Di sela sela pelajaran itu diberikan permainan kripen, permainan toya. Terakhir dididik kerokhanian atau kebatinan. Istilahnya ilmu “kang aweh reseping ati “ (ketenangan batin). Kemudian berkembang lagi ada pelajaran osdower.

Sementara itu, bagi saudara saudara kadang SH Terate yang mempelajari ilmu kebatinan dn kanuragaan, ibaratnya ngelmu amrih dibacok ora tedas (mempelajari ilmu kekebalan), ditembak lakak lakak (ditembak malah tertawa), saya pribadi tidak pernah mempermasalahkan, dengan catatan ilmu yang dipelajari itu dipergunakan hanya untuk pengayaan keilmuan secara pribadi dan tidak memasukkannya ke kurikulum pelajaran keilmuan di SH Terate.

Perlu saudara ketahui sejak tanggal 11 Agustus 1966 di dalam rapat Pusat telah sepakat bahwa SH Terate tidak akan berpolitik. SH Terate hanya akan berdharma untuk mendidik masyarakat lewat pelajaran budi pekerti luhur. (Dokumen terlampir)

Perkembangan selanjutnya, setelah saya melatih dan diserahi amanah memimpin Setia Hati Terate, pelajaran pencak silat yang diberikan kepada siswa hamper semuanya memakai jurus yang telah disempurnakan, dan terus pelajaran itulah yang dberikan sampai sekarang.

Perlu dicatat, sejak Mas Imam memimpin Setia Hati Terate, Tahun 1974, dilanjutkan masa kepemimpinan Pak Badini Tahun 1977, samapai pada masa kepemimpinan saya, KRAT. H Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro,SE, sebenarnya masih banyak kadang Setia Hati Teate yang mempelajari jurus lama (Jurus SH Winongo). Tapi sejauh ini mereka tidak pernah mempermasalahkan. Saya pribadi juga tidak pernah mempermasalahkan, sepanjang itu hanya untuk pengetahuan dan pengayaan keilmuan pribadi pribadi warga.

Sebab menurut hemat saya, jurus yang sekarang disebut sebut sebagai jurus lama itu milik SH Winongo. Referensinya, selama ini belum ada sumber terpercaya yang mengatakan, bahwa pendiri SH Terate, Pak Hadjo Oetomo, menciptakan gerakan jurus sendiri. Yang beliau ajarkan kepada murid muridnya adalah jurus milik SH Winongo.

Sementara pelajaran pencak silat yang dijadikan ajaran baku di Setia Hati Terate adalah jurus yang sudah disempurnakan di masa kepemimpinan Pak Irsad.

Secara garis besar bisa saya simpulkan, bahwa pelajaran pencak silat di SH Terate dari dulu sampai sekarang masih sama. Yakni :

Didikan Lahiriyah
Senam dari senam 1 (satu) sampai dengan senam 90 (Sembilan puluh)
Jurus 1 (satu) sampai 36
Pasangan
Sambung Persaudaraaan
Ke-SH-an (kerokhanian atau kebatinan)
Permainan Blati
Permainan Toya
Permaian Krippen
Osdower

Didikan Batiniyah (Ke-SH-an)

Didikan kerokhanian atau kebatinan atau juga biasa di sebut Ke-SH-an di SH Terate, bertitik tolak pada pendidikan mental spiritual dengan konsepsi ajaran budi luhur tahu benar dan salah beriman dan bertakwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Didikan ini sering pula saya sebutkan sebagai ngelmu kang gawe reseping ati (ilmu yang membuat ketenangan hati).. Dharma yang dilakukan, suka membahagiakan dan mendahulukan kepentingan orang banyak tanpa mengesampingkan kepentingkan pribadi.

Saya menjabarkan didikan kerokhanian itu dengan pepatah yang paling sederhana yang sengaja dipasang di dinding Padepokan AGung SH Terate. Yaitu : “Aja seneng gawe ala ing liyan, apa alane gawe seneng ing liyan” (Jangan suka menyusahkan orang lain, sebab tidak ada jeleknya menyenangkan orang lain: Makna bebasnya, jangan suka membuat orang lain susah, tapi berbuatlah atau berdharmalah agar membahagiakan orang lain, hingga nantinya kita dicintai orang lain dan bias hidup damai, rukun dan bermartabat.)

 Konsep Pembagian Tingkatan
Pada dasarnya, tidak ada tingkatan dalam system komunikasi persaudaraan di SH Terate. Yang ada adalah saudara tua dan saudara muda. Kakak dan adik.
Tapi untuk mempermudah praktik pengajaran atau pendidikan, SH Terate memberikan konsep tingkatan dalam system pelajaran atau latihan pencak silat. Sajauh ini, tingkatan yang sudah diterapkan adalah sebagai berikut :

Tingkatan Materi Senam Jurus
Tingkat Polos 1 s/d 30 1 sd 6
Tingkat Jambon 31 s/d 45 6 s/d 11
Tingkat Hijau 46 s/d 60 12 s/d 20
Tingkat Putih 61 s/d 90 21 s/d 36

Disela sela materi pelajaran senam dan jurus ini diberikan pelajaran pasangan, sambung persaudaraan, permainan blati, krippen, osdower dan Ke-SH-an
Tingkatan Materi
Pendekar TK I mereka adalah siswa yang sudah disyahkan menjadi warga dan telah menyelesaikan seluruh materi pelajaran yang diberikan pada tingkat polos, jambon, hijau dan putih.

2. Pendekar TK II Jurus 1 s/d 15
3. Pendekar TK III Jurus 1

1. RENCANA PROGRAM PEMBAGIAN TINGKATAN
Rencana atau konsep pembagian tingkatan ini merupakan kebijakan yang diambil pengurus pusat, dan saya rasa sebagai program yang bisa dijadikan acuan untuk menjawab tantangan perkembangan SH Terate di masa masa yang akan datang.
Konsep pembagian tingkatan dalam pendidikan hasil kebijakan pengurus pusat adalah sebagai berikut :
Program lama : Tingkatan di SH Terate adalah Polos, Jambon, Hijau, Putih, Pendekar TK I, TK II, dan TK III.
PROGRAM BARU :
TINGKATAN MATERI
Tingkat I Jurus 1 sd Jurus 8
Tingkat II Jurus 8 sd Jurus 17
Tingkat III Jurus 18 sd Jurus 25
Tingkat IV Jurus 26 sd Jurus 35
PENGESAHAN WARGA Diberikan Jurus 36
Tingkat V Jurus 1 sd Jurus 5 (dulu jurus Tk 2)
Tingkat VI Jurus 6 sd Jurus 10 (jurus Tk 2)
Tingkat VII Jurus 11 sd 15 (jurus Tk 2)
PENGESAHAN Pelajaran batiniyah atau kerokhanian
Tingkat VIII Jurus hanya 1 (jurus Tingkat 3)
Pelajaran batiniyah atau kerokhanian
Tingkat IX Pelajaran batiniyah menuju konsepsi
Manunggaling kawula Gusti.

Penghargaan :
Selain melakukan rencana perubahan tingkatan dalam proses pendidikan, pengurus pusat juga telah menggodok program pemberian penghargaan kepada warga SH Terate sesuai dengan kualitas SDM yang dimiliki. Wujud penghargaan tersebut berupa gelar kehormatan, Yakni :

PENGHARGAAN DIBERIKAN KEPADA :

1. DIMAS SATRIA ANOM Warga Tingkat I yang baru disyahkan

2. DIMAS SATRIATAMA Warga Tingkat I memiliki SDM berkualitas, pengabdian dan kesetiaan
3. KANGMAS WIRAANOM Warga TK II yang baru disyahkan

4. KANGMAS WIRAYUDA Warga TK II dengan loyalitas tinggi.

5. KANGMAS WIRATAMA Waga TK II yang dinilai suda Mumpuni

6. KI HADJAR ANOM Warga TK III (berjumlah 3 orang)

7. KI HADJAR Warga TK III (hanya berjumlah 1 orang, sebagai pucuk pimpinan)

Catatan :
1. Gelar DIMAS SATRIA ANOM dan DIMAS SATRIATAMA diusulkan oleh Cabang ke Pusat, setelah Cabang melakukan penilian terhadap warga TK I yang ada di cabang setempat.
2. Gelar WIRA, baik Wiraanom, Wirayuda dan Wiratama diberikan pusat baik atas usulan maupun tanpa usulan dari cabang.
3. Gelar HADJAR merupakan gelar tertnggi dalam tataran pendidikan di SH Terate. Galar ini diberikan oleh pusat (HADJAR) kepada warga yang benar benar memiliki loyalitas dan kesetiaan tinggi. Gelar HADJAR ANOM diberikan kepada warga yang telah menyandang galar WIRA, Baik Wairaanom, Wirotama, Maupun Wirayuda.

DEWAN PENGESAH
Dewan Pengesah (pengecer) diambil dari warga Tingkat II. Tapi tidak semua Warga TK II bisa menjadi Dewan Pengesah. Yang berhak menjadi DEWAN PENGESAH adalah Warga Tingkat II yang sudah memiliki PIN DEWAN PENGESAH.
PIN DEWAN PENGESAH diberikan kepada Warga Tingkat II yang sudah mengikuti penataran DEWAN PENGESAH di SH Terate Pusat Madiun. Calon DEWAN PENGESAH diusulkan cabang.
PIN DEWAN PENGESAH dibagi menjadi tiga, disesuaikan kualitas SDM DEWAN PENGESAH itu sendiri. Yakni :
1. PIN DEWAN PENGESAH Tingkat Lokal
2. PIN DEWAN PENGESAH Tingkat Regional
3. PIN DEWAN PENGESAH Tingkat Nasional (bersambung ke bagian 3 / Otonomi Cabang)
Makalah ini disampaikan oleh Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H. Tarmadji Boedi Harsono,SE Rekernas PSHT Tahun 2014 di Padepokan SH Terate Pusat Madiun. (acs)

Mars PSHT

Setia Hati Terate Pembina Persaudaraan..
Semboyan Kami Bersama Bersatu Teguh Jaya..
Mengabdi Nusa Dan Bangsa Dengan Tulus Ikhlas..
Menjunjung Tinggi Pancasila Demi Indonesia Raya..
Jayalah Setia Hati Terate Sepanjanglah Masa..
Jayalah Setia Hati Terate Sepanjanglah Masa