SURO DIRO JOYONINGRAT,LEBUR DENING PANGASTUTI

SURO DIRO JOYONINGRAT,LEBUR DENING PANGASTUTI

Minggu, 22 Desember 2013

DI KHAYANGAN


THE REAL FIGHTER


REFRESHING STLH CAPEK IKUTIN LOMBA,


WIDHIYANTORO S.Pd (JHONTIT)

                           PENGURUS RANTING PURWANTORO.SEKSI KEPELATIHAN

Bangun Dwi Atdmaja


KONTINGEN PURWANTORO WAKTU LOMBA SENAM&JURUS BAKU DIPADEPOKAN PSHT CAB PONOROGO


Ngerti Dalam Tataran Ilmu Setia Hati

Tak dipungkiri, hidup butuh perjuangan mencapai pemenuhan hajat. Laksana air, ia terus bergerak dari satu tempat ketempat lain mengisi multi ruang dan dimensi konsekuensinya muncul beda pendapat silang pandang dan persaingan antar kepentingan. Dampak lebih konkret lagi terjadinya persinggungan antar individu, kelompok dan komunitas. Perang acapkali menjadi penyelesaian paling frontal, lantaran pihak-pihak yang saling bertikai, sama-sama ngotot mempertahankan kepentingannya kukuh ngugemi karep, seakan tak ada lagi jalan penyelesaian secara damai. Musyawarah mencapai mufakat dianggap barang yang tak punya nilai hingga otot jadi pertaruhan akhir.

Padahal, jika mau menyelami lebih dalam lagi, ruang penyelesaian terhadap beda pendapat , kebersinggungan dalam pranataan multidimensi, masih terbuka lebar. Bahkan ruang ini hampir tidak terbatas, saking luasnya apalagi jika kita mau menghayati dan mencari akar persoalan yang sebenarnya. Sumber penyulut angkara yang menyebabkan akal sehat tak lagi berfungsi dan gerak ragawi mengalahkan nilai-nilai pengendalian diri.

Apa itu? Jawabnya adalah nurani, kompas jati diri pengendali arah refleksi jiwa sekaligus raga. Inspirator segala kebijakan yang dijabarkan oleh gerak emosi atau nafsu. Juga, motor penggerak aktivitas indra dan anggota raga .

Disinilah kadang perlunya Persaudaraan Setia Hati Terate, ditekankan selalu mengasah nurani , mulat sarira hangrasawani. Tujuannya agar setiap tindakan dan pikirannya selalu terkontrol, tidak over acting . selaras dengan proporsinya . Bisa empan papan. Karenanya, kesantunan dan kesadaran empan papan ini mutlak harus disikapi dan tidak boleh diabaikan.

Jika setiap warga Persaudaraan Setia Hati Terate ini sudah bisa bertindak dan berpikir dengan konsep empan papan sesuai dengan proporsinya, maka dia akan muncul dengan sosok yang disegani. Sebab dirinya memang sudah sampai pada konsepsi kesadaran makna diri (ngerti). Ibaratnya, ia akan tampil sebagai sosok yang mampu manjing ajur ajer, cendhek datan kaungkulan, dhuwur datan ngungkul-ungkuli.

Tentu, kesadaran makna diri ini tidak akan muncul tanpa proses pembelajaran secara kontinyu. Karena itu, Persaudaraan Setia Hati Terate ini telah meletakkan dasar pembelajaran ngerti empan papan ini sejak dari siswa, melalui pelajaran kesantunan dan konsep penghormatan. Misalnya, begitu datang ditempat latihan, mereka disarankan saling berjabat tangan.

Kemudian setelah berganti pakaian, sebelum memulai latihan harus menghormat pada pelatih. kemudian, bersama-sama pelatih mengawali kegiatan dengan berdoa bersama.

Proses pembelajaran ini, sesungguhnya merupakan awal peletakkan dasar kepada siswa untuk bisa empan papan. Pertama, menghargai nilai-nilai keberadaan orang lain yang diujudkan lewat berjabat tangan .kedua peletakan dasar kesantunan antara yang muda kepada yang lebih tua yang ditunjukkan lewat aktivitas menghormati kepada pelatih. Ketiga, pengenalan dasar pengertian dan kesadaran atas keberadaan tuhan yang diujudkan dengan doa bersama sebelum memulai kegiatan.

Konsep pembelajaran ini diteruskan secara berjenjang , selama siswa berproses menjadi warga dari tingkat ketingkat, melalui pelajaran kerokhanian . targetnya, setelah siswa menjadi warga , ia akan bisa mengamalkan ajaran itu dalam kehidupan masyarakat .

Contoh sederhana, bagaimana kita bersikap saat berada dilingkungan kerja dan bagaimana pula bersikap saat berada ditengah-tengah lingkungan dan masyarakat.

Untuk menuju kearah itu terdapat empat tingkat pengertian dan kesadaran harus dipegang teguh . yakni, pertama, mengerti keberadaan diri sendiri (ngerti lungguhing kapribaden) , kedua mengerti keberadaan orang lain (ngerti lungguhing ngaurip), ketiga mengerti pada keberadaan Tuhan (ngerti punjering manembah). Keempat mengerti jalan menuju kematian (ngerti dumunge pati)

Ngerti Lungguhing Kapribaden

Ini adalah tingkat kesadaran pertama, dimana setiap kadang Persaudaraan Setia Hati Terate diwajibkan untuk mengerti dirinya. ia sebagai sesosok titah (ciptaan), keberadaanya tidak lebih baik dari titah sakwantah (manusia bisaa). Karenanya ia pun harus bisa memposisiskan dirinya pada proporsi yang paling bersahaja.tidak merasa besar, ora kemlinthi, karena selain dirinya, masih ada titah-titah lain, yang baik hak dan kewajibannya, adalah sama , setara

Sebaliknya karena dirinya ngerti bahwa kedudukan setiap titah pada dasarnya sama, maka dimanapun berada , ia tidak akan kehilangan kepercayaan diri (dalam lingsem). Pun tidak akan kelewat percaya diri (super ego, tidak sombong). Penampilannya, kendati tampak bersahaja, sederhana tapi tidak berkesan miskin, wibawa tapi tidak angker. Dan, setiap gerak geriknya terpncar sebuah sikap percaya diri (Setia Hati)


Ngerti Lungguhing Urip

Hidup merupakan sebuah proses menuju titik akhir dalam berdharma. Karena keberadaanya berkisar pada proses, maka sangat mustahil jika berjalan sendiri. Ada sebuah system yang mempengaruhinya. Bahkan, system itu pada kondisi tertentu, mutlak diperlukan keberadaanya , dalam proses pembentukan jati diri . Misalnya sebuah system yang mengharuskan seseorang berjalan disisi kiri dalam berlalu lintas . Atau system yang mengarahkan seseorang harus patuh pada jadwal rutinitas kerja.

Yang jadi soal barangkali adalah apakah kita selamanya harus larut kedalam system dengan melepas eksistensi yang kita miliki? apakah kita mesti total mempertaruhkan nilai-nilai privasi masuk kedalam sebuah system demi mempertahankan system yang ada ? tentu saja bukan demikian yang kita harapkan. Sebab acapkali tidak semua system bisa berjalan berdampingan dalam satu waktu dan ruang yang sama. Misalnya system berlalu lintas di Indonesia mengharuskan kita berjalan disebelah kiri, karena yang dipakai system berlalu lintas Eropa. Tapi apakah kita menggunakan system ini jika kita naik mobil dijalan raya dibenua Amerika, yang nota bene, menggunakan system kanan?

Contoh lain, dalam system militer , bawahan harus memberi hormat pada atasan dengan cara hormat ala militer. Apakah aturan itu juga bisa diberlakukan dalam keluarga?Misalnya, dengan mengharuskan istri dan anak-anak melakukan sikap hormat militer pada suami dan ayah?tentu saja jika ini dilakukan, akan kelihatan lucu . Bahkan akan malah jadi bahan tertawaan orang lain.

Persaudaraan Setia Hati Terate, sebagai bagian dari masyarakat majemuk, sudah barang tentu memiliki dasar ajaran berhadapan dengan persoalan ini. Yakni, pada prinsipnya, warga Persaudaraan Setia Hati Terate tidak mengatur dan tidak mau diatur. Tapi warga Persaudaraan Setia Hati Terate akan berusaha semaksimal mungkin menjunjung tinggi, mematuhi dan melaksanakan aturan yang sudah menjadi kesepakatan bersama

Apalagi jika sudah berhadapan dengan kebenaran mutlak. Kebenaran samawi (hakiki) sebagai sbuah kebenaran yang diyakini bersumber pada firman Tuhan. Kebenaran yang tidak lagi memiliki nilai tawar, alias wajib hukumnya untuk ditegakkan.

Ngerti Punjering Manembah
Kesadaran terhadap pranatan kepribaden dan makna hidup (ngaurip) ternyata belum cukup jika dijadikan proses dasar pembentukan jati diri. Alasan mendasar, setelah manusia berproses di bumi untuk menyelesaikan tugas dan dharma, pada saat yang telah ditentukan tibalah saat kepastian yang bernama maut atau mati (pati).

Kata lain, bahwa hidup ini sesungguhnya hanya sebuah proses perjalanan menuju kematian. Karena sifatnya hanya proses, maka berlaku hukum ketidakpastian, bersifat sementara dan tidak kekal atau fana. Terminologi Jawa sering mengatakan, "Urip mono sejatine mung mampir ngombe" (Hidup itu sekadar mampir untuk minum).

Pertanyaan azazi muncul ketika kita berhadapan dengan fenomena ini. Jika hidup ini hanya berlaku sementara, lalu apa sesungguhnya tugas manusia selama berproses di bumi?

Pertanyaan kedua, jika akhirnya bumi ini pun bakal ditinggalkan, bekal apa yang musti dibawa untuk menuju alam lain yang bernama alam keabadian?

Mengisi hidup dengan dharma bhakti, sehingga ketika menjalani proses dalam kehidupan ini mempunyai nilai. Kedua, kepada siapa harus berbakti?

Sebelumnya Sh Terate mengenal tiga tataran bakti dalam kehidupan. Yaitu, berbhakti kepada guru, orfang tua dan sesama.

Tingkatan bhakati ini sangat erat kaitannya dengan dharma ketika kita berproses dalam kehidupan. Padahal setelah berproses dalam kehidupan di bumi yang bersifat sementara ini, Setia Hati yakin adanya dunia lain yang lebih abadi. Dunia yang bersifat langgeng.

Dus, kepada siapa bhakti tersebut harus dipersembahkan jika sudah merambah fenomena hidup dan mati? Jawabnya, tak ada lain kecuali berbhakti kepada yang menjadikan manusia ada, berada, hidup, menempati ruang di bumi dan mematikannya. Yang menjadikan bumi dan memusnahkannya. Yang Awal dan Yang Akhir. Yang Maha Kekal dan Abadi. Yakni Allah, Tuhan Pencipta Bumi, manusia dan seisinya.

Pada tingkat kesadaran ini Setia Hati mempunyai prinsip ajaran yang tegas. Yaitu, mewajibkan kepada setiap warganya berbhakti kepada Allah, sesuai dengan agama dan kepercayaan yang diyakini, serta mewajibakan warganya menjalankan dan mematuhi hukum syariat agama dan kepercayaan yang diyakininya itu pula.

Dengan demikian Setia Hati secara prinsipil wewajibkan warganya untuk be-Tuhan, mengimani dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ajaran ini secara tegas tersurat dalam Mukadimah Setia Hati Terate yang berbunyi," Maka Setia Hati pada hakikatnya tanpa mengingkari segala martabat-martabat keduniawian, tidak kandas /tenggelam pada pelajaran pencak silat sebagai pendidikan ketubuhan saja, melainkan lebih lanjut menyelami kedalam pendidikan kejiwaan untuk memiliki sejauh-jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pengaruh rangka dan suasana."

Pemahaman makna keberadaan hidup manusia yang setiap saat wajib berbhakti pad Tuhan inilah sesungguhnya yang mendekatkan dan menuntun diri kita pada pengertian hakiki tentang keberadaan Allah sebagai Sang Pencipta (al-KHalik) yang wajib disembah (Ngerti punjering manembah)

Jika kesadaran ini benar diamalkan, maka akan tumbuh keasadaran pada diri bahwa kehidupan manusia di bumi ini sesunggunya tidak kekal. Bahwa pada saat yang sudah ditentukan, menusia akan mati. Karenanya, tugas manusia selama hidup di bumi ini tidak ada lain kecuali berbhakti kepada Allah.Sehingga pada akhir perjalanan nanti, bisa memiliki sejauh-jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pengaruh rangka dan suasana.

Itulah yang oleh leluhur kita sering disebut sebagai "Ngerti marang dununge pati"

Alam Sebagai Guru Sejati

Guru sejati adalah alam. Maknanya, untuk mendapatkan pelajaran, diperlukan kecermatan dan penghayatan terhadap setiap perubahan dalamnya.

Mencermati peredaran bumi, melihat dan merasakan perubahan cuaca, menganalisis setiap jejak dan perubahan manusia, hewan serta tetumbuhan, muncul sebuah pertanyaan klasik dalam permenungan kita. Yakni dari mana, untuk apa dan akan dikemanakan seluruh dunia dan isinya ini setelah tercipta? Dalam ungkapan Jawa, pertanyaan tersebut sering diistilahkan sebagai sangkan paraning dumadi.

Munculnya pertanyaan itu, sunggguh merupakan kilas fakta kodrati. Barangkali malah sedikit eliter. Sebab, tidak semua manusia sempat dan berkemauan untuk merenungkannya. Boleh jadi, orang yang tertarik untuk maemikirkannya hanya sebagaian kecil dari masyarakat religius yang memang berkehendak mencari ketentraman batin.

Sebut sebagai misal, kelompok sufisme. Pertanyaan azasi ini, oleh kaun sufisme, dijadikan bahan kajian untuk mencapai tataran pencerahan jiwa. Mereka menyebutnya sebagai dzikir alam atau tafakur alam.

Kelompok lain yang gemar melakukan permenungan serupa adalah kaum penyair. Mereka menamakannya sebagai langkah menjaring inspirasi. Sementara kaum eksitensialis lebih suka menyebut sebagai ritual ko-eksistensi, atau ritual bumi. Mereka melihat langit, melihat bintang rembulan, matahari, perubahan musim, atau isyarat alam. Kemudian mereka mencoba menghubungkannya dengan peristiwa yang terjadi. Dan catatan itu jika di kemudian hari mereka mendapatkan isyarat yang sama, dengan mudah akan dijadikan patokan bahwa sesuatu yang berhubungan erat dengan isyarat itu, kuat dipastikan akan terjadi. Orang kemudian menyebutnya sebagai ramalan masa depan atau prediksi hari esok. Misalnya, ramalan bintang, kitab-kitab primbon dan yang lebih ngetren serta era kaitannya dengan perubahan musim adalah prakiraan cuaca.

Pencarian makna tersembunyi atau misteri yang terkandung dalam perubahan alam ini, sewajarnya dilakukan oleh penghuni alam semesta. Sebab, dari perburuan itu, akan berkelebat ratusan bahkan ribuan pertanyaan, sekaligus jawabannya. Dari penjelajahan itu pula, mereka akan mendaparkan hikmah yang bisa dijadikan bekal dalam mengarungi kehidupan di mayapada ini.

Karena itu, saya pribadi lebih suka menyebut alam semesta sebagai guru sejati. Guru sejati adalah alam. Maknanya untuk mendapatkan pelajaran diperlukan kecermatan dan penghayatan terhadap setiapperubahan didalamnya. Kenapa? Sebab alam tak pernah berbohong kepada manusia. Alam juga tidak p ernah mengelabui hewan dan tumbuhan. Ia, oleh Allah, telah dicipta dengan daya keseimbangan atau tertata dalam alur harmoni. Contoh kongkret, tidak akan turun hujan jika tidak ada awan atau mendung.nyala api selalu menimbulkan suhu panas. Sebaliknya air, akan meredakan panas menjadi dingin.

Pranatan Keseimbangan
Contoh tersebut merupakan fakta sekaligus promis sederhana yang bisa dikembangkan lagi menjadi rumus atau patokan kehidupan. Bahkan dalam pranatan lebih tinggi lagi, bisa dijadikan pedoman untuk mengungkapkan misteri hukum sebab akibat atau causa prima.

Sebab, yakin atau tidak, sesuatu bakal terjadi setelah melalui proses sebab akibat. Contohnya, sifat dasar air akan selalu mencari tempat yang datar. Sebab, hukum keseimbangan air berada pada tataran datar atau rata. Dalam fakta kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat, air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Kemudian, ia akan berhenti tenang setelah menemukan tempat datar. Itu artinya, bahwa, hukum keseimbangan air berada di tempat datar atau rata.

Konsekuensinya, jika dalam proses mencari nilai-nilai keseimbangan itu air menemukan hambatan, misalnya, terbendung, misalnya karena banyak kali atau drainase yang dipenuhi sampah, maka akan terjadi banjir yang berdampak menyengsarakan umat manusia.

Dari contoh paling sederhana ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa jika nilai-nilai keseimbangan terganggu dan tidak terjaga, maka akan berdampak buruk lagi bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, jika nilai keseimbangan itu berjalan sesuai dengan kodrat dan iramany, maka dampaknya justru akan memberi keberuntungan bagi umat manusia.

Pelajaran berharga lain dari proses hukum sebab akibat itu, jika kita mau menerapkannya pada kehidupan sehari-hari, pada gilirannya akan membuka peluang terbukanya indera kekenam. Kita lebih suka menyebutnya dengan istilah mengerti sebelum terjadi (Weruh Sadurunge Winarah).

Sebab, salah satu sifat dasar indera keenam adalah menyatu pada hukum pasti. Tidak berubah dan tidak pula bisa diubah. Kecuali, jika ada proses irodati yang berkehendak merubahnya. Contohnya Si A terbiasa pergi mengendarai mobil, setiap ia pergi, tidak lupa mengunci pintu gerbang rumahnya. Jika ia pergi malam hari, selain mengunci pintu gerbang juga mematikan lampu dikamar tamu.

Mencermati kebiasaan Si A, maka akan bisa ditarik sebuah kepastian, bahwa ketika kijang Si A tidak berada di garasi, ketika pintu gerbang rumahnya terkunci dan lampu ruang tamu tidak menyala, berarti Si A sedang pergi alias tidak berada di rumah. Contoh-contoh semacam itu dengan mudah akan kita temukan dalam kehidupan sehari-hari dan seyogyanya, kita mau mencermatinya. Dan, yakin atau tidak, percaya atau mengingkarinya, jika kita mau mencermati setiap perubahan-perubahan seperti itu, pada gilirannya akan memberikan peluang pada indera kita untuk menangkap seseuatu yang belum terjadi. Sebab, sekali lagi, kodrat alam adalah menyatu dalam pranatan keseimbangan. Sifat dasarnya, menurut hukum sebab akibat. Dan, muaranya adalah kepastian-kepastian yang tak terbantahkan.

Dalam proses pembelajaran SH Terate, hukum timbal balik ini dilambangkan sebagian pancaran sinar kasih berbentuk sianr yang bersumber dari hati putih berbatas garis merah.

PERSAUDARAAN dalam SH Terate

1. Pengertian Persaudaraan
Apakah sebenarnya hakikat dari persaudaraan itu? Kajian kodrati, semua makhluk yang ada di muka bumi ini, pada pokoknya terikat pada satu jalinan persaudaraan. Sebuah pranatan iradati yang menempatkan manusia bersama makhluk lainnya dalam garis edar simbiosis mutualis. Saling membutuhkan.

Manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa keberadaan makhluk lain. Eksistensi kemanusiaan manusia juga tidak akan tercipta tanpa adanya nilai-nilai perbandingan kehidupan makhluk lain dalam ruang dan era yang sama. terlebih, jika perspektif nilai tawarnya adalah hubungan imbal balik antarmanusia. Acuan retorikanya, jelas dan tak terbantahkan. Yakni, bukankah miliaran manusia yang kini menghuni jagad raya ini berasal dari pasangan suami istri, Ibu hawa dan Bapak Adam?

Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang hakikat dari persaudaraan itu, untuk menyamankan persepsi kita terhadap makna persaudaraan, dua pendekatan pengertian dihadirkan disini sebagai bahan acuan. Pertama pengertian persaudaraan menurut pandangan umum. Kedua. Pendekatan makna persaudaraan ditinjau dari segi etimologi.

Persaudaraan dalam pengertian umum adalah terjalinnya suatu hubungan timbal-balik antara individu yang satu dengan lainnya yang terikat oleh rasa kebersamaan; saling sayang menyayangi, kasih mengasihi, saling memberi dan menerima (take dan give)

Kamu memberi sesuatu pada saya dengan ikhlas dan saya menerima pemberianmu dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa terimakasih saya kepada kamu. Lain waktu saya beri kamu sesuatu dengan ikhlas dan kamu menerimanya dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa terimakasih kamu kepada saya. Ringkas kata, ada keterjalinan dalam bentuk saling membutuhkan, asah, asih, asuh.

Sedangkan bila ditinjau dari sudut etimologi; kata “Persaudaraan” bersal dari bahasa sanskrit. “Sa-udara”, mendapat imuhan “per-an” yang berarti hal bersaudara atau tentang tata cara menggolongkan ikatan yang kokoh sebagai jelmaan “sa (satu),”udara (perut) atau kandungan. Ibarat manusia dilahirkan dari satu kandungan (perut) maka mereka harus dapat bersatu padu secara tulus, dan selalu ingat akan awal mulanya, (eling marang dalane).

Sementara jika ditinjau dari susunan katanya, kata persaudaraan terdiri atasa kata dasar”saudara”yang mendapatkan prefik per-dan sufik-an. Dan jika ditijau daris egi nosi, konfik per-an pada kata “persaudaraan” berarti membentuk kata tersebut menjadi sebuah kata benda abstrak. Artinya, persaudaraan itu sendiri adalah abstrak adanya. Dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang menjalaninya. Selebihnya hanya dapat dilihat dari sikap yang ditampilkan seseorang terhadap orang lain.

2. Kuncinya adalah Hati Nurani
Persudaraan dalam pandangan Persaudaraan Setia hati Terate pada dasarnya juga tidak jauh berbeda dari pengertian tersebut di atas. Penekanannya hanya pada sasaran yang hendak dicapai, arah dari persaudaraan itu sendiri. Yakni, suatu jalinan hubungan timbal balik yang dilandasi rasa saling sayang menyayangi, saling hormat menghormati dan saling bertanggungjawab. Persaudaraan yang tidak memandang siapa kamu dan siapa aku, persaudaraan yang tidak membedakan latar belakang dan status poleksosobud (politik, ekonomi, sosial dan budaya), persaudaraan yang terlepas dari kefanatikan SARA (suku, agama, ras dan atara golongan)- dengan satu catatan keterkaitan atas pengertian persaudaraan itu tidak bertentangan dengan norma dan hukum masyarakat serta hukum negara dimana kita hidup.

Penjabarannya adalah sebagai berikut :

Persaudaraan Setia Hati terate, nama organisasi ini kenapa tidak menggunakan kata “perguruan”, misalnya, akan tetapi “persaudaraan”, ini melambangkan, bahwa hubungan intim atau jalinan kasih antarsesama warga maupun anggota yang tergabung di dalamnya, adalah seperti layaknya hubungan persaudaraan antara manusia dengan manusia yang berasal dari satu kandungan; yakni hubungan ang tidak membedakan siapa “aku” dan siapa ”engkau”. Pun dipertegas bahwa persaudaraan yang terkandung didalam tubuh PSHT, adalah hubungan atau jalinan cinta kasih sejati antar sesama warga maupun aggota yang tidak dilatar belakangi oleh unsur SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Tidak juga oleh derajat dan kedudukan sosial ekonomi seseorang, akan tetapi merupakan jalinan persaudaraanyang kekal dan abadi, yang satu sama lain sanggup menanggung cobaan dunia dan kosekuensi hidup secara bersama-sama dengan tetap berpegang teguh pada pendirian yang diyakini kebenarannya secara bersama-sama pula.

Dalam pada itu, tidak jarang, dalam mengarungi kehidupannya manusia mengalami “persinggungan hidup” terhadap manusia lain. Kenyataan ini timbul sebagai akibat dari kepentingan manusia yang memang berbeda-beda. Dan kepentingan itu, secara logis bisa berasal dari kemauan masing-masing individu, bisa pula berasal dari latar belakang lain yang sifatnya subyektif. Kompensasinya adalah, sekali lagi, munculnya “persinggungan hidup” (konflik) di tengah-tengah pergaulan antarmanusia.

Di dalam kerangka itulah, Persaudaraan Setia Hati Terate mengajak kepada segenap warga dan anggotanya, yang secara kodrati, sebagai manusia tidak bisa lepas dari kepentingan dan latar belakang yang berbeda-beda tersebut, untuk menyatukan persepsi atas masalah-masalah yang tercakup didalamnya, khususnya yang berkaitan dengan pengertian tentang “persaudaraan”, agar tidak terjadi kesimangsiuran dan kesalahpahaman, yang apabila tidak dapat segera diantisipasi, akan mengarah kepada timbulnya hal-hal yang tidak di inginkan bersama.

Dan bahwasannya, persaudaraan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate adalah persaudaraan sejati. Yakni persaudaraan yang murni dari lubuk hati sanubari, tanpa dilatarbelakangi oleh apa dan siapa. Persaudaraan yang lahir dari insan yang sama-sama merasa senasib sepenanggungan. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran bahwa hakikat dirinya tidak berbeda dengan diri orang lain; yaitu berasal dari dzat yang sama. Karenanya baik jenis, sifat dan rasanya juga sama.

Dalam Persaudaraan Setia Hati Terate, bila antarsesama warga telah mencapai”kadar” persaudaraan semacam ini, dikatakan bahwa kita sudah “ketemu rose” (bertemu rasa-nya).

Kita ibaratkan kemudian, bahwa persaudaraan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate adalah persaudaraan yang dalam “sanepan” dikatakan: “Kadya lumah kurepe ron suruh. Dinulu seje rupane, nanging ginigit tunggal rasane” (Seperti penampang daun sirih. Jika dilihat beda rupanya, akan tetapi jika digigit sama rasanya). Artinya kepala bisa berbeda, rambut bisa tak rata, tapi hati sama suka sama rasa.
Namun demikian, janganlah disalah artikan esensi nilai dari sebuah persaudaraan yang sudah “ketemu rose” tersebut. Janganlah menjadikan keracunan atas apa yang disebut dengan persaudaraan yang sudah tidak memandang lagi siapa “aku” dan siapa”engkau” itu. “ketemu rose” bukan berarti tanpa batasan. Tidak memandang lagi siapa “aku” dan siapa “engkau” bukan berarti “digebyah uyah padha asine” (sama dalam arti sempit). Persaudaraan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate adalah persaudaraan yang tetap menjujung tinggi “unggah-ungguh”; persaudaraan yang tetap berpedoman pada tata krama dan sopan santun, sesuai dengan adat-istiadat dan budaya bangsa.

Korelasinya adalah bahwa didalam tubuh Persaudaraan Setia Hati Terate tidak terdapat hubungan antar “guru” dengan “murid”. Akan tetapi, yang ada hanyalah hubungan antara saudara dengan saudara; dimana saudara yang lebih “muda” harus menghormati saudara yang lebih “tua”; saudara yang lebih “tua” harus menyayangi saudara yang lebih “muda” dan tidak boleh semena-mena; serta saudara yang “sebaya” harus saling menghargai dan saling menyayangi. Dalam Anggaran Dasar da Anggaran Rumah Tangga Persaudaraan Setia Hati Terate Bab II, Pasal 4, disebutkan bahwa “Kehidupan dan hubungan dalam Persaudaraan Setia Hati Terate bersifat persaudaraan yang kekal, keolahragaan dan kesenian yang bersifat jasmani dan rokhani, kekeluargaan, kebersamaan dan tidak membedakan latar belakang kehidupan serta tidak berafiliasi pada aliran politik manapun.”

Dengan melatarbelakangi penekanan persaudaraan semacam itu, nantinya diharap akan bisa tercipta suatu kebersamaan yang utuh, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Meminjam istilah dalam bahasa Jawa bisa dikatakan sebagai “paseduluran kang tansah manunggal bebasan datan pinisah najan tinigas pedang ligan” (tetap bersatu meskipun ditebas pedang ) atau “tansah tiningal guyup rukun, saiyeg saeka praya”.
Perlu digarisbawahi pula bahwa telaah persaudaraan menurut pandangan Persaudaraan Setia Hati Terate sama sekali jauh dari pengkonotsian istilah “people power” yang cenderung mengarah pada pengerahan masa guna mencapai tujuan keduniawian- dan tidak jarang menggunakan cara-cara kekerasan serta indoktrinasi untuk mencapai tujuan itu. persaudaraan menurut pandangan Persaudaraan Setia hati Terate lebih merupakan kumpulan sekelompok manusia yang secara sukarela ingin menjadi hubungan dalam rengkuhan rasa kebersamaan, sayang menyayangi dan bersama-sama ingin mewujudkan tujuab Persadaraan Setia hati Terate yaitu : menciptakan manusia berbudi luhur tahu benar dan salah dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan ini dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persaudaraan Setia Hati Terate Bab. II Pasal 5 dijabarkan menjadi 4 butir, yakni:
1. Mempertebal rasa cinta sesama
2. Melestarikan dan mempertinggi seni olah raga dan Pencak Silat dengan
berpedoman pada ajaran wasiat Setia Hati.
3. Mempertebal rasa cinta kasih sesama
4. Menciptakan manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

3. Unsur Pendukung Persaudaraan
Satu pertanyaan yang muncul senada dengan perspektif di atas adalah ; bagaimana agar tercipta iklim persaudaraan seperti itu ? Persaudaraan setia hati terate sebagai organisasi berdaya gerak sistem persaudaraan mengenal tiga unsur pendukung persaudaraan.

Rasa Saling Sayang Menyayangi

Pertama persaudaraan itu harus dilandasi rasa saling sayang menyayangi. Yaitu ,adanya jalinan rasa kebersamaan antara orang pertama dan kedua,yang kedua dan lainnya.

Sebagai misal ,jika terdapat ada salah seorang dari saudara kita sakit,maka kita pun harus ikut merasakannya. Lebih jauh lagi,harus memberikan dorongan semangat agar si sakit punya kemauan untuk sembuh. Bahkan akan lebih baeklagi jika ikut berusaha mencarikan obat bagi si sakit.

Sebaliknya,jika mendengar dari salah seorang dari saudara kita mendapat kebahagiaan ,kita pun harus ikut merasa senang,jangan lantas iri dan drengki. Dalam bahasa jawa lebih dikenal dengan istilah “jiniwit katut”atau “tiji tibeh ,yaji yabeh:mati siji mati kabeh,mulya siji mulya kabeh”(sama suka sama rasa)_.

Cinta Tak terbatas Sama dengan Pembunuhan

Namun demikian harus diingat pula, bahwa rasa saling sayang menyayangi itu harus ada batasnya. Cinta itu ada batasnya. Cinta yang tidak ada batasnya akan berakhir dengan penyiksaan dan penyesalan atau dikatakan sama halnya dengan pembunuhan. Pembunuhan itu keji dan tidak berperikemanusiaan. Pembunuhan juga berdosa. Dari proporsi ini bisa di tarik satu pengertian, bahwa cinta yang tidak ada batasnya lebih dekat dengan perbuatan keji dan dosa.

Contoh kasus:
Dalam suatu kesempatan, seorang ayah mendapati anaknya sakit keras. Sudah berpuluh dokter dan orang pandai didatangi dan bermacam-macam obat diberikan kepada si anak. Akan tetapi sakit si anak tak kunjung sembuh. Menurut nasehat dokter terakhir yang dikunjungi, sakit sianak bisa sembuh dengan catatan harus menjalani operasi. Bingunglah si ayah. Sebab operasi bukanlah seenak makan kue. Dengan operasi, berarti tubuh si anak akan dibedah, disayat dan dijahit. Disinilah kecermatan dan kearifan si anak ditantang. Membiarkan anaknya tak dioperasi berarti menunggu si anak mati secara perlahan-lahan. Sementara jika mengijinkan si anak dioperasi sama halnya menyerahkan buah kasih sayangnya untuk dibedah. Lain kata, si ayah dihadapkan pada pilihan yang sama beratnya,s ama sulitnya.

Contoh kasus di atas merupakan salah satu gambaran dari sebuah perjalanan yang sering kita temui. Dua kemungkinan akan terjadi. Jika cinta si ayah tidak ada batasnya, berarti dia secara tidak langsung membiarkan anaknya mati. Sebaliknya, jika cinta si ayah ada batasnya, dia akan merelakan anaknya dioperasi sebagai bentuk ikhtiar (usaha) terakhir demi penyembuhan sakit anaknya itu.

Hormati Menghormati

Unsur pendukung terjalinnya rasa persaudaraan yang kedua adalah saling hormat-menghormati. Yang merasa lebih muda harus menghormarti yang tua, yang tua pun harus bisa mengemban penghormatan itu dengan arif, tidak semena-mena kepada yang muda dan tidak bersifat diktator.

Pola penghormatan antara yang muda dan yang tua dalam PSHT, tidak sekedar ditakar dengan lamanya masa pengesahan, namun juga harus memperhatikan usia seseorang. Jadi jangan karena merasa tahun pengesahannya lebih tua, lantas bersikap sok jago terhadap warga yang mengesahkannya lebih muda. Sebaliknya, bagi warga yang merasa berusia lebih tua, juga jangan gila hormat. Sebab gila hormat itu penyakit jiwa.

Pilihan tepat terkait dengan kisi penghormatan ini adalah penekanan hukum timbal balik dalam takaran rasa pangrasa. Formatnya, jika dirinya ingin dihormati,maka hormatilah orang lain. Jika diperlakukan baik, maka balaslah dengan kebaikan yang lebih baik lagi.

Bertanggung Jawab

Ketiga, dan ini yang harus selalu dijaga sebagai konsekuensi kita sebagai manusia yang berbudaya, adlah saling bertanggungjawab, jujur dan selalu menekankan keterbukaan dalam menghadapi setiap persoalan. Pertanggungjawaban yang dimaksud dalam hal ini bisa dipilah menjadi tiga. Pertama pertanggungjawaban kita terhadap diri sendiri, kedua kepada orang lain atau sesama, dan ketiga pertanggungjawaban kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Apabila ketiga unsur pendukung terjalinnnya persaudaraan itu bisa terwujud san dipertahankan, bukan mustahil jika apa yang kita harapkan atas persaudaraan itu bisa tercipta. Sebaliknya jika ketiga unsur pendukung itu terabaikan, jangan berimpi kita akan bisa hidup rukun saiyeg saeka praya.
 Persaudaraan Kekal Abadi

Lalu bagaimanakah agar ketiga unsur pendukung tersebut bisa terwujud? Jawabannya sebenarnya mudah, ringkas, dan jelas.yakni bahwa subyek dari pengemban persaudaraan itu harus memahami hakikat persaudaraan yang kekal dan abadi. Kemudian berusaha mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Satu kalimatyang mudah diucapkan, gampang dihafal, indah didengar, tapi sulit untuk dilaksanakan. Satu ungkapan yang sering digembar-gemborkan, bahkan tidak jarangmenjadi sebuah slogan tapi nyatanya sedikit orang yang dapat menjalankannya.

Sebab menjalin persaudaraan, sebenarnya tidak sulit. Tapi juga tidak dapat dikatakan mudah. Menjalin persaudaraan akan sangat mudah jika persaudaraan itu bersifat sementara, sekedar pamrihyang disebabkan oleh dan karena sesuatu hal. Maka dengan sendirinya ersaudaraan tersebut tidak kekal adanya. Dan sebaliknya, menjalin persaudaraan sejati, persaudaraan kekal dan abadi, persaudaraan tanpa pamrih dan tidak disebabkan oleh ataukarena apa pun, dibutuhkan kesepahaman, penghayatan, kesabaran, dan tenggang waktu relatif panjang.

Persaudaraan yng bersifat sementara karena pamrih, dapat kitaambil contoh dari gambaran beriku:

Seseorang yangmemiliki banyak uang, suatu hari ingin mendapatkan sejumlah teman, atau kawan, atau saudara. Ia pergi ke sebuah pasar menemui pedagang yang ada di pasar itu dan memorong barang dagangannya. Pedagang di pasar, demi memperoleh sejumlah rupiah, praktis mereka menyukai orang yang menghambur-hamburkan uangnya itu. maka dengan sendirinya mereka menjadi seorang kawan atau saudara secara spontanitas. Dapat dibayangkan, betapa banyak saudara orang yangmembagi-bagikan uang tersebut, yakni sebanyak pedagang di pasar.

Esok harinya, ia lakukan lagi persis seperti cara kemarin. Orang-orang yang baru datang pun pun segera mengrubutinya, kemudian mengelu-elukannya sebagai seorang saudara. Ia pun semakin bangga, dan merasa dirinya menjelma jadi raja. Esoknya lagi, esokny lagi, ia pun melakukan hal serupa. Hingga tepat di hari yang kesekian, uang orang tersebut habislah.

Ketika ia pergi ke pasar lagi, ketika orang-orang pun segera berlarian mengerumuninya, ia tidak lagi bisa memberi uang pada mereka. Alhasil, pandangan orang-orang itu pun mulai minor. Lambat laun berubah jadi mencibir. Mereka menuduh orang itu pelit, karena tidak mau berbelanja lagi. Mereka tidak mau tahu bahwa uang orang itu telah ludes, berpindah kekantong mereka. Dan serempak, segera saja mereka tidak menyukai orang itu. dan persaudaraan diantara mereka pun, terhenti sampai disitu.

Itulah sekelumit gambaran persaudaraan semu, persaudaraan penuh kamuflase, persaudaraan bersifat fatamorgana-, yang sedapat mungkin harus kita hindari jauh-jauh. Sebab bila tidak, ini akan berbahaya, mengingat persaudaraan merupaka prinsip dasar yang mutlak diperlukan dalam Persaudaraan Setia hati Terate.

4. “Rukun Nanging Ora Kumpul” dan “Ya Kumpul Ya Rukun”

Dalam jalinan Persaudaraan Setia Hati Terate, kitamengenal dua kemungkinan terjalinan rasa persaudaraan dalam proses keberadaan hidup kita. Kemungkinan pertama adalah “Rukun Nanging Ora Kumpul”. Sedangkan kemungkinan kedua “Ya Kumpul Ya Rukun”.

Sebagai contoh, seorang diantarasaudara kita, karena suatu tugas yang diamanatkan kepadanya harus pergi dan berpisah meninggalkan kita. Maka dengan tulus, kita harus merelakan kepergiannya. Lain waktu, karena tugas dan tanggung jawab, kita harus pergi jauh meninggalkan saudara-saudara kita, dan kita pun harus pergi dengan niat dan tekad utama. Ibaratnya, “aluwung orang kumpul nanging rukun tinimbang kumpul nanging ora rukun”(leboih baik tidak berkumpul tetapi rukun daripada berkumpul tetapi tidak rukun). Sebab, PSHT menitikberatkan pada jalinan persaudaraan yang tulus dan rukun daripada kumpul. Artinya, meskipun kita terpisahkan oleh ruang dan waktu, tetapi jiwa kita tetap menyatu. Kalau bisa, “Ya Kumpul Ya Rukun” (berkumpul dalam satu wadah dan rukun).

5. Sistem Kontrol Persaudaraan (Proses menghambat-hambati)

Lantas kini, timbul satu pertanyaan; bagaimanakah agar kerukunan itu dapat terpelihara dengan baik? Formulanya adalah, kita harus kembali menjaga dan membina persaudaraan yang merupakan inti dari kerukunan itu sendiri. Salah satu wujud pembinaan dalam upaya menjaga persaudaraan itu, diantaranya adalah saling menghamat-hamati.

Kemauan untuk salinh menghamat-hamati, ini lebih merupakan sebuah sistem kontrol dari dan untuk Keluarga Besar PSHT. Dalam istilah yang lebih populer sering disebut sebagai “waskat” (pengawasan melekat). Artinya masing-masing personel yang berada di dalam wadah Persaudaraan Setia Hati Terate secara aktif harus bisa melakukan pengawasan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap yang lain. Dengan sistem kontrol ini, setiap anggota harus berani memberikan nasehat atau teguran jika mendapati salah seorang saudaranya melakukan kesalahan atau keluar dari rel yang telah digariskan. Dengan catatan jangan mencari-cari kesalahan. Dan teguran persuasif atau lebih dikenal dengan istilah “among rasa”.

Membiarkan seseorang melakukan kekeliruan, padahal kita tahu bahwa akibat dari tindakan keliru itu akan membahayakan orang itu sendiri, berarti secara tidak langsung kita ikut menjerumuskan orang tersebut ke jurang kenistaan. Lain kata, kita ikut menanggung dosa atas perbuatan orang itu. dalam Persaudaraan Setia Hati Terate dikenal dengan istilah “dosa tanpa berbuat”.

Maka yang terbaik bagi kita adalah katakan yang sebenarnya jangan yang sebaiknya dan katakan yang benar sekalipun itu pahit. Lontarkan kritik jika melihat salah seorang saudara kita melakukan kekeliruan ketimbang membiarkan saudara sendiri terjerumus ke lembah kenistaan (tega larane ora tega patine).

Sebaiknya bagi anggota yang merasa melakukan kekeliruan dengan tulus harus bisa menerima nasehat itu. Jangan lantas membenci saudaranya yang memberi teguran. Ini mengingat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Manusia itu tak luput dari kekhilafan dan kekeliruan. Dan mencari kelemahan diri sendiri lebih sulit ketimbang mencari kekeliruan orang lain. Dalam pepatah sering dikatakan “gajah d pelupuk mata tak terlihat, kuman di seberang lautan tampak jelas”.

Gerak Langkah Pendekar Pilangbangau

(Catatan ringkas Perjalanan Hidup Ki Hadjar Hardjo Oetomo, Pendiri SH Terate)

Tulisan ini saya, Andi Casiyem Sudin alias Andi Cs Kisbandiyo, buat dari hasil wawancara khusus saya dengan Bapak Harsono (sekarang alm), putra Ki Hadjar Hardjo Oetomo)

Manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan, akan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan, selama manusia itu setia pada hatinya, atau ber-SH pada dirinya sendiri
Falsafah Persaudaraan Setia Hati Terate itu ternyata sampai sekarang tetap bergaung dan berhasil melambungkan PSHT sebagai sebuah organisasi yang berpangkal pada "persaudaraan" yang kekal dan abadi.

Adalah Ki Hadjar Hardjo Oetomo, lelaki kelahiran Madiun pada tahun 1890. Karena ketekunannya mengabdi pada gurunya, yakni Ki Ngabehi Soerodiwiryo, terakhir ia pun mendapatkan kasih berlebih dan berhasil menguasai hampir seluruh ilmu sang guru hingga ia berhak menyandang predikat pendekar tingkat III dalam tataran ilmu Setia Hati (SH). Itu terjadi di desa Winongo saat bangsa Belanda mencengkeramkan kuku jajahannya di Indonesia.

Sebagai seorang pendekar, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pun berkeinginan luhur untuk mendarmakan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Untuk kebaikan sesama. Untuk keselamatan sesama. Untuk keselamatan dunia. Tapi jalan yang dirintis ternyata tidak semulus harapannya. Jalan itu berkelok penuh dengan aral rintangan. Terlebih saat itu jaman penjajahan. Ya, sampai Ki Hadjar sendiri terpaksa harus magang menjadi guru pada sekolah dasar di benteng Madiun, sesuai beliau menamatkan bangku sekolahnya. Tidak betah menjadi guru, Ki Hadjar beralih profesi sebagai Leerling Reambate di SS (PJKA/Kereta Api Indonesia saat ini – red) Bondowoso, Panarukan, dan Tapen.

Memasuki tahun 1906 terdorong oleh semangat pemberontakannya terhadap Negara Belanda – karena atasan beliau saat itu banyak yang asli Belanda -, Ki Hadjar keluar lagi dan melamar jadi mantri di pasar Spoor Madiun. Empat bulan berikutnya ia ditempatkan di Mlilir dan berhasil diangkat menjadi Ajund Opsioner pasar Mlilir, Dolopo, Uteran dan Pagotan.

Tapi lagi-lagi Ki Hadjar didera oleh semangat berontakannya. Menginjak tahun 1916 ia beralih profesi lagi dan bekerja di Pabrik gula Rejo Agung Madiun. Disinipun Ki Hadjar hanya betah untuk sementara waktu. Tahun 1917 ia keluar lagi dan bekerja di rumah gadai, hingga beliau bertemu dengan seorang tetua dari Tuban yang kemudian memberi pekerjaan kepadanya di stasion Madiun sebagai pekerja harian.
Dalam catatan acak yang berhasil dihimpun, di tempat barunya ini Ki Hadjar berhasil mendirikan perkumpulan "Harta Jaya" semacam perkumpulan koperasi guna melindungi kaumnya dari tindasan lintah darat. Tidak lama kemudian ketika VSTP (Persatuan Pegawai Kereta Api) lahir, nasib membawanya ke arah keberuntungan dan beliau diangkat menjadi Hoof Komisaris Madiun.

Senada dengan kedudukan yang disandangnya, kehidupannya pun bertambah membaik. Waktunya tidak sesempit seperti dulu-dulu lagi, saat beliau belum mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Dalam kesenggangan waktu yang dimiliki, Ki Hadjar berusaha menambah ilmunya dan nyantrik pada Ki Ngabehi Soerodiwiryo.
Data yang cukup bisa dipertanggungjawabkan menyebutkan dalam tahun-tahun inilah Setia Hati (SH) mulai disebut-sebut untuk mengganti nama dari sebuah perkumpulan silat yang semula bernama "Djojo Gendilo Cipto Mulyo".

Masuk Sarikat Islam.
Memasuki tahun 1922, jiwa pemberontakan Ki Hadjar membara lagi dan beliau bergabung dengan Sarikat Islam (SI), untuk bersama-sama mengusir negara penjajah, malah beliau sendiri sempat ditunjuk sebagai pengurus. Sedangkan di waktu senggang, ia tetap mendarmakan ilmunya dan berhasil mendirikan perguruan silat yang diberi nama SH Pencak Spor Club. Tepatnya di desa Pilangbangau – Kodya Madiun Jawa Timur, kendati tidak berjalan lama karena tercium Belanda dan dibubarkan.

Namun demikian semangat Ki Hadjar bukannya nglokro (melemah), tapi malah semakin berkobar-kobar. Kebenciannya kepada negara penjajah kian hari kian bertambah. Tipu muslihatpun dijalankan. Untuk mengelabuhi Belanda, SH Pencak Sport Club yang dibubarkan Belanda, diam-diam dirintis kembali dengan siasat menghilangkan kata "Pencak" hingga tinggal "SH Sport Club". Rupanya nasib baik berpihak kepada Ki Hadjar. Muslihat yang dijalankan berhasil, terbukti Belanda membiarkan kegiatannya itu berjalan sampai beliau berhasil melahirkan murid pertamanya yakni, Idris dari Dandang Jati Loceret Nganjuk, lalu Mujini, Jayapana dan masih banyak lagi yang tersebar sampai Kertosono, Jombang, Ngantang, Lamongan, Solo dan Yogyakarta.

Ditangkap Belanda.Demikianlah, hingga bertambah hari, bulan dan tahun, murid-murid Ki Hadjar pun kian bertambah. Kesempatan ini digunakan oleh Ki Hadjar guna memperkokoh perlawanannya dalam menentang penjajah Belanda. Sayang, pada tahun 1925 Belanda mencium jejaknya dan Ki Hadjar Hardjo Oetomo ditangkap lalu dimasukkan dalam penjara Madiun.
Pupuskah semangat beliau ? Ternyata tidak. Bahkan semakin menggelegak. Dengan diam-diam beliau berusaha membujuk rekan senasib yang ditahan di penjara untuk mengadakan pemberontakan lagi. Sayangnya sebelum berhasil, lagi-lagi Belanda mencium gelagatnya. Untuk tindakan pengamanan, Ki Hadjar pun dipindah ke penjara Cipinang dan seterusnya dipindah di penjara Padang Panjang Sumatera. Ki Hadjar baru bisa menghirup udara kebebasan setelah lima tahun mendekam di penjara dan kembali lagi ke kampung halamannya, yakni Pilangbangau, Madiun.

Selang beberapa bulan, setelah beliau menghirup udara kebebasan dan kembali ke kampung halaman, kegiatan yang sempat macet, mulai digalakan lagi. Dengan tertatih beliau terus memacu semangat dan mengembangkan sayapnya. Memasuki tahun 1942 bertepatan dengan datangnya Jepang ke Indonesia SH Pemuda Sport Club diganti nama menjadi "SH Terate". Konon nama ini diambil setelah Ki Hadjar mempertimbangkan inisiatif dari salah seorang muridnya Soeratno Soerengpati. Beliau merupakan salah seorang tokoh Indonesia Muda.

Selang enam tahun kemudian yaitu tahun 1948 SH Terate mulai berkembang merambah ke segenap penjuru. Ajaran SH Terate pun mulai dikenal oleh masyarakat luas. Dan jaman kesengsaraanpun sudah berganti. Proklamasi kemerdekaan RI yang dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta dalam tempo singkat telah membawa perubahan besar dalam segala aspek kehidupan. Termasuk juga didalamnya, kebebasan untuk bertindak dan berpendapat. Atas prakarsa Soetomo Mangku Negoro, Darsono, serta saudara seperguruan lainnya diadakan konferensi di Pilangbangau (di rumah Alm Ki Hadjar Hardjo Oetomo). Dari konferensi itu lahirlah ide-ide yang cukup bagus, yakni SH Terate yang semenjak berdirinya berstatus "Perguruan Pencak Silat" dirubah menjadi organisasi "Persaudaraan Setia Hati Terate". Selanjutnya Soetomo Mangkudjajo diangkat menjadi ketuanya dan Darsono menjadi wakil ketua.

Tahun 1950, karena Soetomo Mangkudjojo pindah ke Surabaya, maka ketuanya diambil alih oleh Irsad. Pada tahun ini pula Ki Hadjar Hardjo Oetomo adalah seorang tokoh pendiri PSHT, mendapatkan pengakuan dari pemerintah Pusat dan ditetapkan sebagai "Pahlawan Perintis Kemerdekaan" atas jasa-jasa beliau dalam perjuangan menentang penjajah Belanda.

Dasar-Dasar Ajaran SH Terate

Pada bab-bab terdahulu telah dipaparkan bahwa tujuan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) adalah membentuk manusia berbudi luhur tahu benar dan salah dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan tujuan itu PSHT berusaha meletakkan dasar-dasar ajaran yang dikemas sedemikian rupa sehingga mudah diterima para warga/anggotanya. Dasar-dasar ajaran PSHT itu pada pokoknya terdiri dari lima aspek.

Kelima aspek ajaran yang terkandung dalam ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate itu adalah:
1. Persaudaraan
2. Olah Raga
3. Beladiri
4. Seni Budaya
5. Kerokhanian

Namun perlu digaris bawahi bahwa, meskipun yang tersurat dari kandungan pokok-pokok ajarab Persaudaraan Setia Hati Terate itu terbagi menjadi lima aspek, dalam prakteknya keseluruhan dari kelima aspek itu harus mencakup dalam kesatuan. Sebab kelima aspek ajaran itu pada prinsipnya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan atau “gangsal kang nyawiji” (lima yang menyatu).

1. Persaudaraan
Aspek pertama yang terkandung dalam ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate adalah “persaudaraan”. Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa persaudaraan dalam pandangan Persaudaraan Setia Hati Terate adalah persaudaraan yang kekaldan abadi. Yakni persaudaraan yang utuh, yang tidak memandang siapa aku dan siapa kamu, persaudaraan yang tidak membedakan latar belakang dan status poleksosbud, dengan penekanan bahwa jalinan persaudaraan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yangberlaku di tengah-tengah masyarakat.

Kemudian untuk memelihara persaudaraan yang kekal dan abadi, sangat dibutuhkan adanya penghayatan dan kesadaran yang tinggi. Di samping harus pula senantiasa ingat bahwa manusia adalah maklhuk ciptaan Tuhan yang sarat dengan kelemahan dan kekurangan (titah sak wantah). Sehingga dengan demikian, kita diharapkan dapat saling melindungi, menyayangi, saling mau mengerti, menghormati dan dituntut untuk, sedapat mungkin, saling bertanggungjawab. Dan selain dari hal tersebut, kita dituntut pula untuk senantiasa berhati-hati terhadap hal-hal yang dapat merusak tatanan nilai persaudaraan. Yakni, bila diantara kita terdapat rasa mau menang sendiri, rasa curiga, dan merasa dirinya paling hebat dan paling super.

Sadar akan keberadaan diri kita sebagai makhluk sosial, setelah kita berhasil menggalang satu jalinan persaudaraan, setelah kita tahu terhadap kemungkinan datangnya hal-hal yang dapat merusak persaudaraan, dan agar persaudaraan itu dapat bertahan, dibutuhkan suatu media pengikat. Media pengikat jalinan persaudaraan itu, dalam Persaudaraan Setia Hati Terate, adalah olah raga.

2. Olah Raga

Kenapa Persaudaraan Setia Hati Terate memilihmedia pengikat jalinan persaudaraan di antara para anggotanya dengan olah raga?

Pertama, bahwa ditinjau dari proses kelairannya, Persaudaraan Setia Hati Terate didirikan oleh seorang pendekar yang memiliki jiwa sosial yang sangat kuat. Seorang pendekar yang sadar akan kodrat dirinya sebagai makhluk sosial. Seorang pendekar yang menaruh perhatian besar (concern) terhadap masalah-masalah di sekitarnya. Disini olah raga dipergunakan sebagai alat untuk menghimpun orang-orang, terutama genersi muda utnuk diorganisir sedemikian rupa.

Kedua, bahwa selain memiliki jiwa sosial yang tinggi, pendiri Persaudaraan Setia Hati Terate itu, Ki Hadjar Hardjo Oetomo, memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) yang sangat menonjol. Oleh karenanya orang-orang yang telah berhasil dihimpun dan diorganisir tersebut, kemudian diarahkan pada satu tujuan tertentu. Lalu ia berusaha memimpin mereka utnuk bersama-sama mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Ketiga, mengapa Persaudaraan Setia Hati Terate memilih olahraga? Bahwa seperti apa yang kita sadari bersama, olah raga adalah merupakan satu betuk kegiatan yang dapat diterima oleh banyak orang. Kecuali kegiatannya tidak banyak menyita waktu dan fikiran, olahraga adalah bentuk kegiatan yang sangat memberi manfaat bagi kesehatan badan(raga), yang pada gilirannya akan memberikan kekuatan batin/rokhani (jiwa). Pepatah mengatakan, “Mensana In Corpore Sano” (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat).

Hal yang demikian itu mengandung maksud bahwa untuk mencapai tujuannya, Persaudaraan Setia Hati Terate meletakkan dasar/landasan (pondasi) yang kokoh kepada warganya. Upaya itu diwujudkan dengan terlebih dahulu membentuk jasmaninya dan menyehatkan badannya, menyusul kemudian seperti apa yang dikatakan pepatah di atas, adalah jiwa dan kepribadian.

3. Beladiri

Olah raga yang diporsikan Persaudaraan Setia Hati Terate untuk memberi landasan yang kuat kepada para warga dan anggotanya, perlu dicari bentuk atau jenis olah raga tertentu yang dirasa sangat cocok dan cukup efektif bagi Persaudaraan Setia Hati Terate. Dalam hal ini Persaudaraan Setia Hati Terate memilih jenis olah raga beladiri pencak silat. Kenapa musti pencak silat?

Pertama, karena pencak silat selain mengandung unsur olah raga, juga mengandung unsur beladiri; yakni suatu bentuk pertahanan (benteng) yang berguna sekali utuk memertahankan diri dari serangan lawan/musuh baik lawan yangberujud nyata maupun lawan yang tidak nyata. Yakni, nafsu yang bertahta dalam jiwa setiap insan.

Kedua, bahwa pencak silat merupakan beladiri khas yang bersumber pada kepribadian dan jati diri aslin Bangsa Indonesia, dan merupakan warisan nenek moyang yang adiluhung. Terlepas dari jenis maupun bentuknya, yang jelas manfaat dari beladiri amat terasa sekali. Salah satu sifat dari seseorang yang menguasai ilmu beladiri diri adalah: gerak dan tindakan orang tersebut kelihatan mantap dan penuh percaya diri. Ia tidak akan merasa was-was atau ragu-ragu dalam menghadapi suatu permasalahan maupun di dalam melakukan suatu pekerjaan. Ia pun tidak akan merasa takut dalam mengambil sikap atau menentukan keputusan. Lebih jauh lagi, ia akan menguasai taktik dan teknik yang dikonotasikan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, disamping punya sifat jantan dan selalu mengemban amanah dan janji ksatria.

Hal lain yang dapat diandalkan dari seseorang yang menguasai ilmu beladiri adalah, tidak gampang putus asa. Ia akan senantiasa berjuang demi mempertahankan kewajiban dan haknya. Ia punya sifat berani dan tak takut mati (karena ia punya keyakinan, kematian hukumnya wajib bagi makhluk hidup). Jika ia harus menghadapi cobaan hidup, ia akan menerimanya dengan lapang dada karena semenjak ia berlatih, jiwanya mulai ditempa dan digembleng sedemikian rupa. Ia sadar, sebesar apa pun nilai dari sebuah kesengsaraan jika diterima dengan lapang dada, hikmalah yang akan diterimanya (sepira gedhening sangsara yen tinampa amung dadi coba).

Sehingga pada saatnya nanti, ia akan menerapkan satu konsep hidup yang kokoh. Suatu konsep hidup yang dilandasi penempaan dan penggemblengan saat ia berlatih pencak silat. Dampaknya mengimbas pada, sekali lagi, kehidupan sehari-hari. Dengan sendirinya hal tersebut akan membuahkan suatu kesadaran tentang hakikat kehidupannya. Yakni pada dasarnya kehidupan ini merupakan suatu romantika. Atau dalam kata yang lebih tinggi lagi, merupakan proses perjalanan seni yang bernilai tinggi. Kebahagiaan dan penderiataan tidak memperngaruhi kepribadian dan keyakinannya akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Segenap perasaan yang muncul ia antisipasi dengan kiat dan seni jurus tersendiri, yang merupakan penerapan dari jurus-jurus yang ia pelajari. Oleh karenanya, ketika berhadapan degan suatu masalah, secara refleks ia dengan mudah akan dapat mengantisipasinya dengan tanpa merugikan sesamanya (wani nglurug tanpa bala, menang tanpa ngrasorake).4. Seni Budaya

Hal lain yang memperkuat alasan mengapa Persaudaraan Setia Hati Terate memilih jenis beladiri pencak silat adalah, bahwa pencak silat merupakan budaya warisan leluhuryangadiluhung, yang didalamnya terkandung “falsafah”; kesederhanaan, kehalusan, kelemahlembutan sekaligus kekuatan. Atau dengan kata lain merupakan perwujudan dari kepribadian bangsa. Karena pencak silat merupakan warisan leluhur, kewajiban kita adalah mengembangkan dan melestarikannya. Sebaliknya, jika kita tidak dapat melestarikannya, berarti kita akan kehilangan ciri khas dan kepribadian bangsa kita sendiri. Hal ini sangat berbahaya.

Sebab, bangsa yang tidak memiliki kepribadian, adalah bangsa yang terjajah jiwanya. Bangsa yang terjajah jiwanya, berarti bangsa yang sedang berkemas-kemas menyongsong kehancurannya.

Sebagai contoh konkret, Jepang. Pada perang dunia kedua, Jepang hancur-lebur akibat bom atom Sekutu. Tetapi karena rakyatnya punya jiwa yang kokoh, serta punya dedikasi tinggi untuk mempertahankan kepribadiannya, dalam waktu relatif singkat Jepang bisa segera bangkit dari kehancurannya. Hasilnya dapat kita lihat sekarang ini; Jepang mampu mnyeruak ke permukaan menjadi sebuah negara industri maju, yang bahkan mampu menguasai dunia melalui hasil kerja kerasnya dalam bentuk teknologi dan industri yang canggih.

Hal senada juga pernah doibuktikan oleh bangsa kita sendiri. Pada waktu Belanda mau menjajah kembali Indonesia. Karena kemerdekaan telah merupakan cita-cita luhur bangsa dan telah diproklamasikan Soekarno-Hatta, atas nama Bangsa Indonesia, maka dengan semboyan “merdeka atau mati”, bangsa Indonesia berjuang gigih mempertahankannya.

Aspek lain yang terkandung dalam pencak silat dan erat hubungannya denga aspek budaya adalah aspek seni. Gerakan-gerakan pencak silat selain mengandung unsur beladiri, didalamnya juga merangkum unsur seni. Berbicara tentang seni berarti merambah dunia keindahan. Sedangkan untuk menghayati keindahan, dibutuhkan satu apresiasi yang cukup memadai disamping kepekaan rasa. Ini dikandung maksud bahwa pencak silat ingin membawa penghayatnya ke dalam kepekaan rasa. Karena rasa disini adalah rasa keindahan, pada gilirannya penghayat pencak silat itu pun akan terbawa ke dlam kepekaan rasa keindahan. Efeknya, jiwa orang itu menjadi indah. Kita katakan jiwa yang oindah itu adalah jiwa yang sehat.

Sebab meriangnya badan wadag (jasmani) ditandai dengan sakit maupun pusing. Tapi meriangnya jiwa (rokhani) ditandai dengan ketidakmapuan rokhani dalam menangkap isyarat-isyarat kebenaran Tuhan. Dan jika hal itu sampai terjadi, bisa dibayangkan betapa rendahnya derajat orang yang jiwanya meriang itu. sebaliknya, jika jiwa orang itu sehat, maka dengan sendirinya orang itu akan dapat menyelaraskan nafsu dan perasaannya sesuai dengan apresiasi keindahan seninya. Lambat laun orang itu akan memancarkan kharisma dan dicintai sesama.

Konotasianya adalah bahwa Persaudaraan Setia Hati Terate ingin menekankan kepada para warganya bahwa sesungguhnya hidup dan kehidupan ini penuh dengan seni dan romantika. Ada susah ada bungah, ada pertemuan ada perpisahan, ada kenal ada bosan dan lain sebagainya.

5. Kerokhanian

Setelah kita meletakkan dasar yang kuat lewat olah raga, hingga mampu membentuk jasmani yang sehat, hal yang tak boleh ditinggalkan adalah membangun jiwanya (rokhaninya). Sebab manusia pada hakekatnya adalah makhluk semurna, yang selain memiliki raga juga memiliki jiwa. Dan antara jiwa dan raga menyatu dalam kesatuan tak terpisahkan (mono dualis).

Menyadari kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak hanya memiliki ragas tapi juga jiwa, Persaudaraan Setia Hati Terate kemudian mencoba meletakkan dasar-dasar pembentukan jiwa agar di dalam raga yang telah kuat itu tumbuh jiwa yang sehat. Dan ilmu pengetahuan meruapakan salah satu pilihan tepat guna pembentukan jiwa itu, disamping giat melakukan penggalian rasa (olah rasa) untuk mendapatkan tingkat kecerdasan dan kesadaran tertinggi untuk menerima isyarat (wangsit) dalam bentuk petunjuk (pituduh) dari Tuhan Yang maha Esa.

Dalam proses pencarian pituduh PSHT mengenal tiga dimensi pemahaman. Pertama, pemahaman yang timbul; setelah kita melakukan kajian atas wahyu yangtelah dikaruniakan Allah dalam Kitab Suci yang diwahyukan kepada utusan-Nya atau Rasul-Nya. Kedua pemahaman empiris, berdasarkan temuan tokoh yang kredibilitas mumpuni setelah tokoh menjalani laku ritual dan penghayatan panjang atas makna hakiki kehidupan. Ketiga, pemahaman universal yang diterima oleh individu secara khusus, dengan prasyarat-prasyarat mutlak yang telah digariskan dalam pranatan ilmu bangkit.

Ilmu pengetahuan dan proses pemahaman yang diporsikan guna membangun jiwa warga/anggota Persaudaraan Setia Hati Terate adalah ilmu ”Ke-SH-an”(ilmu kesetiahatian) yang kemudian dikemas dalam pelajaran ”Ke-SH-an”atau kerokhanian.
Pemberian bekal kerokhanian ini dipandang sangat perlu agar tercipta suatu keseimbangan (balancing) antara raga dan jiwa, mengingat Persaudaraan Setia Hati Terate telah membekali raga warga/anggotanya dengan olah raga bela diri pencak silat.
Sebab, sekuat dan setinggi apapun kemampuan ilmu beladiri seseorang, jika tidak diimbangi dengan kekuatan rokhani, akan menjadikan orang itu sombong dan suka pamer (adigang adigung adiguna).

Persaudaraan Setia Hati Terate tidak ingin melihat warga/siswanya tenggelam dalam kesombongan. Persaudaraan Setia Hati Terate bertekad mengajak para warganya untuk menjadi manusia yang berbudi luhur, tahu benar dan salah. Sebab, Persaudaraan Setia Hati Terate sadar bahwa pada hakikatnya kekuatan, kelembutan dan cinta kasih, atau dengan kata lain, “ Sura Dira Jayadiningrat Swuh Brasta Lebur Dening Pangastuti”.
Untuk itulah Persaudaraan Setia Hati Terate meletakkan dasar ajaran kerokhanian kepada para warga dan anggotanya. Dasar-dasar kerokhanian dalam Persaudaraan Setia Hati Terate, disebut juga ilmu ”Ke-SH-an” atau ilmu “kesetiahatian”. Ilmu Ke-SH-an adlah ilmu untuk mengenal diri sendiri. Seorang yang telah mengenal dirinya dia akan berusaha mengenal lingkungannya. Seorang yang telah mengenal lingkungannya, dia pun akan berusaha mengenal Tuhannya.

Kajian ilmu Ke-SH-an dan bagaimana ritual yang harus dilakukan untuk mendapatkan puncak kecerdasan dan kesadaran tertinggi ini akan dijabarkan dalam media khusus dan dibimbing langsung Ketua Umum PSHT atau jajaran fungsionaris Persaudaraan Setia Hati Terate Pusat Madiun yang ditunjuk.

PSHT

A. Periode Perintisan

Dalam kilas perjalanan sejarah, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) merupakan sebuah organisasi ‘’Persaudaraan’’ yang bertujuan membentuk manusia berbudi luhur tahu benar dan salah dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam jalinan persaudaraan kekal abadi.

Organisasi ini didirikan pada tahun 1922 oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo di Desa Pilangbango, Madiun (sekarang Kelurahan Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun). Ki Hadjar Hardjo Oetomo adalah siswa kinasih dari Ki Ageng Soerodiwirjo (pendiri aliran pencak silat Setia Hati atai dikenal sebagai aliran SH). Ia juga tercatat sebagai pejuang perintis kemerdekaan Republik Indonesia.

Di awal perintisannya, perguruan pencak silat yang didirikan Ki Hadjar ini diberi nama Setia Hati Pencak Sport Club (SH PSC). Semula, SH PSC lebih memerankan diri sebagai basis pelatihan dan pendadaran pemuda Madiun dalam menentang penjajahan. Untuk mensiasati kolonialisme perguruan ini beberapa kali sempat berganti nama, yakni, dari SH PSC menjadi Setia Hati Pemuda Sport Club. Perubahan makna akronim ‘’P’’ dari ‘’ Pencak’’ menjadi ‘’Pemuda’’ sengaja dilakukan agar pemerintah Hindia Belanda tidak menaruh curiga dan tidak membatasi kegiatan SH PSC. Pada tahun 1922 SH PSC berganti nama lagi menjadi Seti Hati Terate. Kabarnya, nama ini merupakan inisiatif Soeratno Soerengpati, siswa Ki Hadjar —- yang juga tokoh perintis kemerdekaan berbasis Serikat Islam (SI).

B. Periode Pembaruan

Sementara itu, Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan Soekarno – Hatta pada tanggal 7 Agustus 1945 membawa dampak perubahan bagi kehidupan bangsa Indonesia. Kebebasan bertindak dan menyuarakan hak serta menjalankan kewajiban sebagai warga negara terbuka lebar dan dihargai sebagaimana mestinya. Atas restu dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo, pada tahun 1948, Soetomo Mangkoedjojo, Darsono dan sejumlah siswa Ki Hajar, memprakarsai terselenggaranya konferensi pertama Setia Hati Terate. Hasilnya; sebuah langkah pembaharuan diluncurkan. Setia Hati Terate yang dalam awal perintisannya berstatus sebagai perguruan pencak silat di rubah menjadi “organisasi persaudaraan” dengan nama “Persaudaraan Setia Hati Terate”.

Mengapa langkah pembaharuan itu ditempuh? Alasannya, pertama agar organisasi tercinta kelak mampu mensejajarkan kiprahnya dengan perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai komunitas yang melingkupinya. Dengan mengubah organisasi dari yang bersifat “paguron” menjadi organisasi yang bertumpu pada “sistem persaudaraan”, berarti gaung pembaharuan telah dipekikkan dan proses perubahan telah di gelar. Yakni perubahan daya gerak organisasi dari sistem tradisional ke sistem organisasi modern. Dan organisasi modern inilah yang kelak diharapkan mampu menjawab tantangan kehidupan yang semakin kompleks.

Alasan kedua; agar organisasi yang dibidaninya itu nantinya tidak dikuasai dan bergantung pada orang-perorang sehingga kelangsungan hidup organisasi dan kelestariannya lebih terjamin.

Menyelaraskan perubahan era, dari era penjajahan ke era kemerdekaan, dalam kongres pertama SH Terate yang digelar tahun 1948, tiga butir pembaharuan dilontarkan.

1. Merubah sistem Organisasi dan Perguruan Pencak Silat (paguron) menjadi
“Organisasi Persaudaraan dengan nama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT)”

2. Menyusun Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang pertama.

3. Mengangkat Soetomo Mangkoedjojo sebagai ketua.

Makna kata persaudaraan dalam paradigma baru PSHT ini adalah persaudaraan yang utuh. Yakni suatu jalinan persaudaraan yang didasarkan pada rasa saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan saling bertanggung jawab. Persaudaraan yang tidak membedakan siapa aku dan siapa kamu. Persaudaraan yang tidak terkungkung hegomoni keduniawian (drajat, pangkat dan martabat) dan terlepas dari kefanatikan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).

Soetomo Mengkoedjojo menyelesaikan masa bhaktinya sebagai Ketua PSHT pada tahun 1974. Pada periode ini perkembangan PSHT mulai melebar keluar wilayah Madiun. Tercacat, (5) cabang diluar Madiun berhasil didirikan. Antara lain di Surabaya, Jogjakarta, dan Solo.

C. Periode Pengembangan

Gaung pembaharuan yang telah dipekikkan lewat konferensi (semacam musyawarah : MUBES) SH Terate di Pilangbango, Madiun itu dengan arif diakui sebagai era baru perjalanan roda organisasi. Era perubahan gerak organisasi dari tradisional ke organisasi modern. Konsekuensi dari perubahan tersebut, salah satu diantaranya adalah dengan mengentalkan komitmen pengembangan organisasi agar semakin maju, berkembang dan berkualitas.

Kiprah Persaudaraan Setia Hati Terate dalam memvisualisasikan dirinya pada komitmen itu bisa dilihat melalui salah satu upaya saat berusaha mengembangkan sayapnya, merambah ke luar daerah. Dan masyarakat yang menjadi fokus pengembangannya pun cukup heterogen, mulai dari masyarakat papan atas sampai masyarakat di papan paling bawah. Tak heran, jika Persaudaraan Setia Hati Terate lantas mendapat sambutan cukup hangat dari segenap lapisan masyarakat.

Kesepakatan menjadikan daya gerak organisasi bertumpu pada “sistem persaudaraan itu selanjutnya dijadikan dasar pengembangan sayap organisasi. Dan kian dipertegas lagi dalam MUBES Persaudaraan Setia Hati Terate, tahun 1974 di Madiun. Hasil Mubes ini antara lain mengangkat RM. Imam Koedoepangat sebagai ketua dan Soetomo Mangkoedjojo sebagai dewan pusat. Musyawarah juga sepakat menjadikan kedaulatan tertinggi organisasi di tangan anggota dan selanjutnya dapat disuarakan lewat wakilnya dalam setiap Mubes.

Kedua tokoh ini kembali dikukuhkan sebagai pimpinan organisasi pada Mubes tahun 1977.

Selepas Soetomo melepas jabatan ketua, tampuk pimpinan organisasi diamanatkan kepada RM Imam Koesoepangat, hingga tahun 1977. Periode berikutnya (1977-1981) Badini terpilih menjadi Ketua Dewan Cabang, sementara Tarmadji Boedi Harsono, memegang jabatan Ketua I.

Persaudaraan SH Terate mulai memasuki masa keemasan pasca MUBES IV di Madiun tahun 1981. Hasil Mubes antara lain, mengukuhkan H. Tarmadji Boedi Harsono,SE sebagai Ketua Umum dan RM.Imam Koesoepangat sebagai Ketua Dewan Pusat.

Pada era ini, pola pengembangan PSHT dipilah menjadi dua jalur. Yakni, jalur idealisme dan jalur professional. Sesuai dengan kapasitas SDM, RM. Imam Koesoepangat diamanati sebagai penanggung jawab pengembangan di bidang idealisme. Bidang idealisme ini menyangkut penajaman ajaran kerokhanian dan peningkatan kualitas budi pekerti luhur pada warga.

Sementara bidang pengembangan sayap organisasi dan keorganisasian, diserahkan pada H.Tarmadji Boedi Harsono,SE. Sepanjang, SH Terate dipimpin kedua tokoh pada dua jalur ini, perkembangan organisasi tampak semakin mantap Terbukti perkembangan SH Terate tidak lagi hanya berkutat di Pulau Jawa, tapi merambah ke luar P. Jawa. Pada decade ini cabang SH Terate yang semula hanya 5 cabang berkembang menjadi 46 cabang.

Sepeninggal RM Imam Koesoepangat, tepatnya tanggal 16 November 1987, praktis beban dan tanggung jawab tongkat kepemimpinan PSHT beralih ke pundak Tarmadji. Ibaratnya dua tanggung jawab yang semula ditanggung berdua, mulai saat itu harus diemban sendiri. Meski begitu, ternyata Tarmadji mampu. Terbukti berkat solidnya sistem koordinasi antarjajaran penurus dan kadang tercinta, PSHT berhasil melesat ke kancah paradigma baru.

Selain memprioritaskan pengembangan sektor ideal, dia menggebrak lewat program pembangunan sarana dan prasarana fisik organisasi. Ditengah kesibukan memimpin banyak lembaga sosial kemasyarakatan —sebab, selain sebagai Ketua Umum PSHT H. Tarmadji Boedi Harsono, SE, juga tercatat sebagai ketua Hiswana Migas, Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Kota Madiun, Direktur Kelompok Bimbingan Ibadah haji Al-Mabrur, dan masih banyak lagi organisasi yang dipimpin, Meski begitu, terbukti Tarmadji mampu memperkokoh eksistensi PSHT, tidak saja di bidang pengembangan sarana dan prasarana phisik organisasi, tapi juga pengembangan cabang.

Melengkapi keberadaan PSHT, didirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Setia Hati Terate. Dalam perkembangannya Yayasan Setia Hati Terate berhasil menelorkan kinarnya monumental berupa lembaga pendidikan formal berupa Sekolah Menengah Industri Pariwisata Kusuma Terate (SMIP) dengan akreditasi diakui, SMIP Kusuma Terate telah berhasil mencetak siswa-siswinya menjadi tenaga terampil dibidang akomodasi perhotelan.

Sementara untuk mendukung kesejahteraan anggotanya Yayasan Setia Hati Terate juga mendirikan lembaga perekonomian berupa Koperasi Terate Manunggal. Disamping telah memiliki aset monumental berupa Padepokan PSHT yang berdiri di atas tanah seluas 12.290 M2, di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, organisasi ini juga terdukung sejumlah asset lain yang diharapkan mampu menyelaraskan diri dengan era globalisasi.

Data terakhir menyebutkan, Persaudaraan Setia Hati Terate kini telah memiliki 187 cabang yang tersebar di Indonesia serta 67 komisariat Perguruan Tinggi dan 5 (lima) Komisariat Luar Negeri. Total jumlah anggota mencapai 1,5 juta lebih. Itu berarti selama dipegang Tarmadji, perkembangan cabang PSHT bertambah dari yang semula 46 cabang menjadi 200 cabang, atau bertambah sebanyak 154 cabang. Dari jumlah itu cabang yang telah resmi mengantongi SK PSHT Pusat Madiun, sebanyak 184 cabang. Sisanya masih dalam proses pengukuhan.
 D. Go International

Ketika Tarmadji Boedi Harsono, S.E dan Drs. Marwoto memimpin organisasi, kepak sayap perkembangan PSHT melesat pesat tidak hanya di dalam negeri, tapi merambah ke luar negeri. Dengan kiat PSHT Must Go International, Tarmadji berhasil melambungkan nama PSHT di kancah percaturan kultur dan peradaban dunia.

Tercatat ada 5 komisariat luar negeri yang berhasil dikukuhkan. Masing-masing, Komisariat PSHT Bintulu, Serawak, Malaysia, Komisariat Holland/Belanda, Komisariat Timor Loro Sae, Komisariat Hongkong dan Komisariat Moskow.

Dengan demikian tekad mengemban misi sekaligus juga amanat organisasi sebagimana yang termaktub dalam mukaddimah Anggaran Dasar Persaudaraan Setia Hati Terate. Yakni : ……akan mengajak serta para warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani dimana “Sang Mutiara Hidup” bertahta (Baca : Mukkaddimah Anggaran Dasar Persaudaraan Setia Hati Terate)—kini sudah merambah kehidupan global.

Misi tersebut merupakan tindak lanjut dari kesadaran mutlak Persaudaraan Setia hati Terate atas “hakikat hidup yang berkembang menurut kodrat iramanya masing-masing menuju kesempurnaan” dan konsekuensi keberadaan manusia “sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa” yang senantiasa “hendak menuju keabadian kembali kepada causa prima, titik tolak segala sesuatu melalui tingkat ke tingkat.”

Kesadaran atas makna hakikat hidup dan proses pencariannya itulah, parktis menjadi kewajiban bagi setiap warga Persaudaraan Setia Hati Terate untuk menekuninya. Ini mengingat bahwa “tidak semua insan menyadari bahwa yang dikejar-kejar itu telah tersimpan menyelinap di lubuk hati sanubarinya.”

Dengan demikian, “Pencak Silat,” dalam konteks ini, “hanya merupakan salah satu ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate dalam tingkat pertama, sekedar memenuhi unsur pembelaan diri untuk mempertahankan kehormatan, keselamatan, dan kebahagiaan serta kebenaran terhadap setiap penyerang.”

Sebab pada hakikatnya Persaudaraan Setia Hati Terate sadar dan yakin bahwa “sebab utama dari segala rintangan dan malapetaka serta lawan kebenaran hidup yang sesungguhnya bukanlah insan, makhluk atau kekuatan yang berada di luar dirinya. Oleh karena itu pencak silat hanya salah satu syarat untuk “mempertebal kepercayaan pada diri sendiri dan mengenal diri pribadi sebaik-baiknya”.

Berupaya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani dimana “sang mutiara hidup” bertahta untuk menuju keabadian kembali kepada causa prima itulah sebenarnya inti dari Persaudaraan Setia Hati Terate.

Ajaran Setia Hati Terate
Terdapat lima dasar ajaran yang diluncurkan Persaudaraan Setia Hati Terate dalam berkiprah di tengah-tengah masyarakat. Kelima dasar ajaran itu terangkum dalam konsep pembelajaran yang dinamakan “Panca Dasar” yaitu Persaudaraan, Olah Raga, Seni, Bela Diri, dan Kerokhanian.

Lewat konsep pembelajaran yang terangkum dalam Panca Dasar tersebut PSHT berupaya membimbing warganya untuk memiliki lima watak dasar yaitu :

1. Berbudi luhur tahu benar dan salah serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pemberani dan tidak takut mati.
3. Berhadapan dengan masalah kecil dan remeh mengalah, baru bertindak jika
menghadapi masalah prinsip yang menyangkut harkat dan martabat kemanusiaan.
4. Sederhana.
5. Mamayu Hayuning Bawana (berusaha menjaga kelestarian, kedamaian bumi).

Melengkapi eksistensi sebagai organisasi cinta perdamaian, PSHT memformat warganya lewat beberapa butir filsafat perjuangan hidup, antara lain

1. Sepira gedhening sengsara yen tinampa among dadi coba (seberat apapun cobaan
yang diterima manusia jika dijalani dengan lapang dada akan diperoleh hikmah
yang tidak terkira.)

2. Sak apik-apike wong yen aweh pitulungan kanthi dhedhemitan (Sebaik-baiknya
manusia jika memberikan pertolongan dengan ikhlas tanpa pamrih dan tidak perlu
diketahui orang lain).

3. Aja waton ngomong ning ngomong kang ngango waton (jangan suka berbuat jelek
pada sesama berbuatlah kebajikan pada sesama).

4. Aja seneng gawe ala ing liyan, apa alane gawe senenge liyan (jangan suka
mencelakakan orang lain, tidak ada jeleknya membuat senang orang lain).

5. Aja sok rumangsa bisa, nanging sing bisa rumangsa (jangan merasa diri paling
super, tapi sadar diri dan sadar akan keberadaan orang lain).

6. Ngundhuh wohing pakarti, sapa nandur bakal ngundhuh (segala darma pasti akan
berubah, apapun perbuatan yang kita lakukan pasti akan kembali pada diri kita
sendiri).(andi casiyem sudin)

Ketua Umum SH Terate, H.Tarmadji Boedi Harsono,SE dalam telaah yang disajikan dengan bahasa lebih sederhana, menterjemahkan ajaran tersebut dengan lima kiat sukses meraih hidup bahagia. Yaitu, jujur, rajin, mau belajar, tidak pernah menuntut dan tak kenal menyerah. (Penjabaran kelima ajaran ini sudah dibukukan dalam sebuah buku berjudul “Menggapai Jiwa Terate”. Buku ini disunting oleh Andi Casiyem Sudin, dan diterbitkan perdana dengan teras 5000 buah dan habis dalam waktu relative singkat.

Tokoh Sejuta Pesona (3)

Catatan Perjalanan Hidup H.Tarmadji Boedi Harsono,SE
Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun

" SH Terate adalah darah daging saya. la sudah menjadi bagian dari hidup saya," ujar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Dipercaya Memimpin Organisasi

Keberhasilannya mempelajari ilmu tertinggi di organisasi tercinta ini, menambah dirinya kian mantap, kokoh dan semakin diperhitungkan.

Cantrik setia R.M Imam Koesoepangat yang di waktu-waktu sebelumnya selalu tampil di belakang ini, sejak berhasil menyelesaikan puncak pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate, mulai diterima dan diperhitungkan di kalangan tokoh organisasi tercinta. Sejalan dengan kapasitasnya sebagai Pendekar Tingkat III, ia mulai dipercaya tampil ke depan dengan membawa misi organisasi. Tahun 1978 Tarmadji dipilih menjadi Ketua I, mendampingi Badini sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate. Puncak kepercayaan itu berhasil diraih pada MUBES Persaudaraan Setia Hati Terate Tahun 1981. Yakni dengan terpilihnya ia menjadi Ketua Umum Pusat.

Setahun setelah Tarmadji Boedi Harsono memimpin organisasi, sejumlah terobosan yang dimungkinkan bisa mendukung pengembangan sayap organisasi diluncurkan.Salah satu produk kebijakan yang dilahirkan adalah pendirian Yayasan Setia Hati Terate lewat Akta Notaris Dharma Sanjata Sudagung No. 66/1982. Yayasan Setia Hati Terate merupakan komitmen organisasi untuk andil memberikan nilai lebih bagi masyarakat, khususnya di sektor ril. Dalam perkembangannya, di samping berhasil mendirikan Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate di atas lahan seluas 12.290 m yang beriokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun, yayasan ini juga mendirikan dua lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Umum (SMU) Kususma Terate dan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate serta lembaga pendidikan ketrampilan siap pakai.

Sedangkan untuk meningkatkan perekonomian warganya, Tarmadji Boedi Harsono meluncurkan produk kebijakan dalam bentuk koperasi yang kemudian diberi nama Koperasi Terate Manunggal.

Hingga saat ini, Yayasan Setia Hati Terate telah memiliki sejumlah aset, antara lain tanah seluas 12.190 m2 yang di atasnya berdiri sarana dan prasarana phisik seperti: gedung Pendapa Agung Saba Wiratama, gedung Sekretariat Persaudaraan Setia Hati Terate, gadung PUSDIKLAT (Sasana Kridangga), gedung pertemuan (Sasana Parapatan), gedung Training Centre (Sasana Pandadaran), gedung Peristirahatan (Sasana Amongraga), Kantor Yayasan Setia Hati Terate, gedung SMU dan SMTP Kusuma Terate, gadung Koperasi Terate Manunggal dan Mushola Sabaqul Khoirot dan Gelanggang Adu Bebas SH Terate.

Searah dengan itu, pergaulannya dengan para tokoh Setia Hati Terate pun semakin diperluas. Beberapa tokoh berpengaruh di organisasi tercinta didatangi. Dari para tokoh yang didatangi itu, ia tidak saja mampu memperdalam olah gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate, tapi juga menerima banyak wejangan kerokhanian. Bahkan saat Tarmadji Boedi Harsono dipercaya untuk memimpin Setia Hati Terate, sejumlah tokoh yang dulu pemah dihubunginya itu dengan rela menyerahkan buku-buku pakem Ke-SH-an yang mereka tulis sendiri

Wejangan, baik lisan maupun tulisan, dari para tokoh dan sesepuh ini dikemudian hari dijadikan bekal dalam memimpin Persaudaraan Setia Hati Terate. Dan terlepas dari segala kelemahannya, terbukti Tarmadji Boedi Harsono mampu membawa Persaudaraan Setia Hati Terate menjadi sebuah organisasi yang cukup diperhitungkan tidak saja di dunia persilatan tapi juga di sektor lainnya.

Sementara itu, penggarapan di sektor ideal dalam bentuk penyebaran ajaran budi luhur lewat Persaudaraan Setia Hati Terate tetap menjadi prioritas kebijakan. Dan hasilnya pun cukup melegakan. Terbukti, sejak tampuk pimpinan organisasi di pegang oleh Tarmadji Boedi Harsono, Persaudaraan Setia Hati Terate yang semula hanya berkutat di Pulau Jawa, sejengkal demi sejengkal mulai merambah ke seluruh pelosok tanah air. Bahkan mengembang lagi hingga ke luar negeri. Tercatat hingga tahun 2009, Setia Hati Terate telah memiliki 196 cabang di 26 provinsi di Indonesia, 20 komisariat di perguruan tinggi dan manca negara dengan jumlah anggota mencapai 1,7 juta orang.

Yang patut dipertanyakan adalah, misteri apa berpusar dibalik keberhasilan dia membawa Persaudaraan Setia Hati Terate ke tingkat yang lebih terhormat dan cukup diperhitungkan. Jawabnya, temyata ada pada tiga titik inti yang jika ditarik garis lurus akan membentuk misteri segi tiga. Titik pertama berada di Desa Pilangbango, Madiun (kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo - titik lahimya Persaudaraan Setia Hati Terate), titik kedua berada di Pavilium Kabupaten Madiun (kediaman R.M Imam Koesoepangat - titik perintisan Persaudaraan Setia Hati Terate) dan titik ketiga berada di Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun - titik H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate.

Kiprah di Luar SH Terate
Tampaknya memang bukan H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E, jika ia hanya puas berkutat dengan prestasi yang dicapai di dalam organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, ia pun terbukti tampil cukup diperhitungkan. Tokoh yang mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Unmer Madiun ini juga andil di organisasi masyarakat. Bahkan sempat menduduki sejumlah jabatan cukup strategis hampir di setiap organisasi yang diikutinya.

Sampai di sini musti disepakati, bahwa Mad Madji, disamping merupakan sentral figure Setia Hati Terate, ia juga menusia biasa. Manusia lumrah --- yang tetap harus dihargai hak dan kepentingannya sebagai makhluk pribadi. Seperti hak politik, hak privasi dan hak-hak untuk berinovasi dalam mengembangkan perekonomian keluarga.

Mendudukkan Mas Madji melulu di puncak idelisme ke-Setia Hati-an, jelas bukan sikap yang arif. Toh fakta berbicara, pada sisi inovasi pengembangan privasi ini, Mas Madji mampu mempertahankan citra organisasi. Pada sisi inovasi politk misalnya, karier Mas Madji ternyata cukup baik. Terbukti, melalui ideologi politik yang diikutinya, ia dipercaya menjadi wakil rakyat Kota Madiun hingga dua periode (periode 1987-1992 serta periode 1997 – 1999). Sukses karier politik kembali diraih periode 2004-2009. Yakni, menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Madiun.

Pada sisi ini ada pelajaran cukup berharga dari Mas Madji. Bahwa SH Terate tetap berafiliasi pada partai politik manapun. Berafiliasi artinya netral, tidak menginduk. Tapi sebagai bagian masyarakat berbangsa dan bernegara, SH Terate membebaskan anggotanya bergabung pada partai politik, sesuai dengan hati nuraninya.

Sementara jika ada warga SH Terate yang menjadikan partai politik sebagai jalan hidup, menjadi politikus, Mas Madji menghimbau, jadilah politikus yang luhur. Politikus yang tidak menjadikan partai sebagai lahan pekerjaan. Tapi menjadikan partai politik sebagai ajang dharma.

Patut pula dicatat, paro tahun 2008 ketika Kabupaten Madiun menggelar pemilihan bupati (Pilbup), Mas Madji sempat diminta menjadi calon bupati dari partai besar pemenang pemilu. Tapi permintaan ini ditolak dengan halus.Pertimbangan bahwa dirinya merupakan sentral figur di SH Terate menjadi alasan utama.

Pertimbangan lain, karena usia. Usia Mas Madji di tahun 2008 sudah 61 tahun.Tahapan usia yang mengilhami beliau secara berangsur-angsur sudah harus meninggalkan ranah kesatarian (dunia kesatria) dan masuk ke ranah kapanditan. Istilah yang sering dia ucapkan, jika hidup ini diibaratkan sebagai pusaran cakra (cakra manggilingan) sudah saatnya beliau meninggalkan puncak kejayaan material, berpusar menuju nilai-nilai kerokhanian (kapadintan).

Lewat sikapnya ini sesungguhnya Mas Madji telah melakukan sebuah pembelajaran bagi kadang SH Terate. Bahwa, manusia hidup itu harus sadar diri. Harus bisa menerima dengan ikhlas suratan takdir, hingga mampu dengan intens menghayati apa yang disebut sebagai lungguhing urip, jejering urip, sangkan paraning dumadi, jer lahir trusing bathin (totalitas eksistensi manusia dan kemanusiaanya.

Penolakan dengan halus itupun dilakukan Mas Madji ketika ditawari menduduki jabatan strategis oleh sejumlah partai politik. Prinsipnya, kalau toh dia harus terjun ke dunia politik, dia menjadikan politik sebagai bagian dari dharma. Bukan menjadikan politik sebagai lahan pekerjaan. Mas Madji menolak keras jika dituding sebagai pekerja politik. Sebab perekonomian keluarganya selama ini sudah ditopang oleh peruntungan wirausaha. Dan prinsip ini tak hanya berlaku sebagai jargon. Tapi eksis ditunjukkan lewat bukti dalam perjalanan karier politiknya.

Wajarlah, jika kharisma Mas Madji berdarma dalam hidup mendapat pengakuan berlebih. Sampai-sampai sejumlah media, baik terbitan nasional maupun regional, sempat memberi julukan pada dia sebagai “Tokoh Sejuta Pesona”.

Sementara itu, menyadari dirinya adalah seorang muslim, pada tahun 1995 ia bersama istri tercinta, Siti Ruwiatun berangkat ke tanah suci Mekah Al Mukaromah menjadi tamu Allah, menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni ibadah haji. Ibadah ini kembali diulang pada tahun-tahun berikutnya. Baik berupa haji maupun Umroh.

Tekad Mas Madji, jika Allah meridloi ia dan keluarganya akan melaksanakan ibadah mroh tiap tahun.Setiap ada kesempatan. Bahkan, pada setiap acara ulang tahun, beliau selalu bagi-bagi hadiah Umroh kepada kadang SH Terate. ”Banyak pelajaran dan hikmah yang bisa saya ambil dengan beribadah Umroh. Setiap pulang beribadah Umroh, begitu kaki menginjak ke tanah air, jiwa saya mengatakan, Ya Allah, beri saya kesempatan untuk kembali memenuhi panggilanMu,” ujar Mas Madji.

Di komonitas al-haj Madiun dan sekitarnya, Mas Madji juga dapat tempat. Jabatan ketua IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Kodya Madiun diamanatkan kepadanya. Masih terkait urusan haji, dia andil besar dalam kelompok bimbingan haji (KBIH) dan menjadi Direktur KBIH Al’Mabrur.

H. Tarmadji Boedi Harsono,SE juga tercatat membidani lahirnya sejumlah lembaga NGo di Kota Madiun. Lembaga itu bergerak hampir di segenap lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Tokoh Sejuta Pesona (2)

Catatan Perjalanan Hidup H.Tarmadji Boedi Harsono,SE
Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun

" SH Terate adalah darah daging saya. la sudah menjadi bagian dari hidup saya," ujar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Turun ke Gelangang

Keberhasilan Tarmadji Boedi Harsono meraih gelar Pendekar Tingkat I, tidak menjadikan dirinya besar kepala. la justru menerima anugerah tersebut dengan rasa syukur dan tetap tawakal. la berprinsip, keberhasilan itu barulah awal dari perjalanannya di dunia ilmu kanuragan. Masih banyak hal yang harus dipelajarinya. Dan, itu hanya bisa dilakukan jika ia tetap tekun berlatih dan belajar. Pilihannya sudah bulat. Maknanya, ia pun harus mampu melanjutkan perjalanan hingga ke titik akhir.

Pada tahun 1961, Tarmadji mulai masuk ke gelanggang pendulangan medali pencak silat dan berhasil meraih juara I dalam permainan ganda tingkat kanak-kanak se Jawa Timur, berpasangan dengan Abdullah Koesnowidjojo. Sukses itu, diulang lagi tahun 1963. Di tahun yang sama, sebenamya Tarmadji berkeinginan turun ke pertandingan adu bebas di Madiun, akan tetapi Mas Imam melarang. la sempat menangis karena dilarang ikut bertanding. Tahun 1966, pasangan Tarmadji dan RB. Wijono kembali ikut kejuaraan yang sama di Jatim. Namun ia sombong sebelum bertanding. Meremehkan lawan. Akibatnya, gagal mempertahankan juara dan hanya berhasil merebut juara II. Kesombongan berbuah kehancuran. Kegagalan mempertahankan gelar ini, menjadikan dirinya malu berat dan tidak mau mengambil tropi kejuaraan.

Kasus serupa terulang lagi pada tahun 1968, saat mengikuti kejuaraan di Jember. Padahal sebelum berangkat Mas Imam sudah memperingatkan agar ia tidak usah ikut karena kurang persiapan. Namun Tarmadji nekat berangkat. Dan, hasilnya adalah kekalahan yang menyedihkan, karena hanya berhasil menjadi Juara harapan.

Kegagalan demi kegagalan mempertahankan gelar juara, menjadikan Tarmadji sadar bahwa sombong dan meremehkan lawan hanya akan menuai kekalahan. Untuk itu ia musti berlatih lagi. Pempersiapkan diri sebelum bertanding. Hasilnya, ia kembali mampu merebut juara I di Pra PON VII, Surabaya. Di PON VII, ia meraih juara III.

Pengalaman bertanding di gelanggang ini merupakan bekal Tarmadji melatih altet pada tahun-tahun tujuh puluhan. Bahkan pada tahun 1978, ia memberanikan diri menerjunkan altet ke gelanggang pertandingan, kendati Mas Imam, kurang sependapat. Dalam kurun waktu 1974-1978, Mas Imam sempat mengambil kebijakan tidak menurunkan atlet ke gelanggang. Namun pada tahun 1978, Tarmadji memberanikan diri membawa atlet asuhannya ke gelanggang. la pula yang berhasil meyakinkan Mas Imam, bahwa Persaudaraan Setia Hati Terate masih tetap diperhitungkan di gelanggang kejuaraan. Terbukti, sejumlah atlet asuhannya, berhasil meraih medali kejuaraan.

Sementara itu, di luar ketekunannya memperdalam gerak raga, Tarmadji Boedi Harsono kian khusyuk dalam memperdalam olah rasa. Hubungan dekatnya dengan R.M Imam Koesoepangat, memberi kesempatan luas pada dirinya untuk memperdalam Ke-SH-an. Jika dulu, ketika belum disyahkan menjadi pendekar tingat I, ia hanya diajak mendampingi Mas Imam saat beliau melakukan tirakatan, sejak disyahkan ia mulai dibimbing untuk melakukan tirakatan sendiri. Beberapa tatacara dan tatakrama laku ritual mulai diberikan, di samping bimbingan dalam menghayati jatidiri di tengah-tengah rutinitas kehidupan ini.

Di penghujung tahun 1965, setamat Tarmadji Boedi Harsono dari SMA, semangatnya untuk memperdalam ilmu Setia Hati kian menggebu. Bahkan di luar perintah R.M Imam Koesoepangat, ia nekat melakukan tirakat puasa 100 hari dan hanya makan sehari satu kali.waktu matahari tenggelam (Magrib). Ritual ini ditempuh karena terdorong semangatnya untuk merubah nasib. la ingin bangkit dari kemiskinan. la tidak ingin berkutat di papan terendah dalam strata kehidupan. la ingin diperhitungkan.

Genap 70 hari ia berpuasa, R.M Imam Koesoepangat memanggilnya. Malam itu, ia diterima langsung di ruang dalem paliviun. Padahal biasanya Mas Imam hanya menerimanya di ruang depan atau pendopo. Setelah menyalaminya, Mas Imam malam itu meminta agar ia menyelesaikan puasanya. Menurut Mas Imam, jika puasanya itu diteruskan justru akan berakibat fatal."Dik Madji bisa gila, kalau puasanya diteruskan. Laku itu tidak cocok buat Dik Madji," ujar Mas Imam.

"Di samping itu," lanjut Mas Imam," Dik Madji itu bukan saya dan saya bukan Dik Madji. Maka, goleko disik sangune urip Dik, lan aja lali golek sangune pati (carilah bekal hidup lebih dulu dan jangan lupa pula mencari bekal untuk mati)."

Kemudian dengan bahasa isyarat (sanepan) Mas Imam memberikan petunjuk tata cara laku tirakat yang cocok bagi dirinya. "Api itu musuhnya air, Dik," ujar Mas Imam. Sanepan itu kemudian diterjemahkan oleh Tarmadji dalam proses perjalanan hidupnya, hingga suatu ketika ia benar-benar menemukan laku yang sesuai dengan kepribadiannya. la menyebut, laku tersebut sebagai proses mencari jati diri atau mengenal diri pribadi. Yakni, ilmu Setia Hati.

Malam itu juga, atas nasihat dari R.M Imam Koesoepangat, Tarmadji mengakhiri laku tirakatnya. Pagi berikutnya, ia mulai keluar rumah dan bergaul dengan lingkungan seperti hari-hari biasanya. Enam bulan berikutnya, ia mulai mencoba mencari pekerjaan dan diterima sebagai karyawan honorer pada Koperasi TNI AD, Korem 081 Dhirotsaha Jaya Madiun. Pekerjaan ini dijalaninya hingga tahun 1971.

Ada cerita menarik seputar pengunduran diri Mas Madji dari pekerjaan sebagai karyawan di Koperasi TNI AD. Suatu hari ia dipanggil Mayor Kasmuri, salah satu petinggi Korem 081 Dhirotsaha Jaya saat itu. Setelah bertemu, perwira menengah itu malah menyuruh Mas Madji keluar dari pekerjaannya.
“Kene ki dudu panggonanmu. Panggonanmu ora ning kene, (Di sini bukan tampatmu. Tempatmu bukan di sini),” kata Mayor Kasmuri.

Mendengar itu semula Mas Madji kaget. Sebab, pekerjaan itu sudah dijalani lama. Bahkan proses pengangkatan dia sebagai pegawai negeri (sipil AD) sudah diurus. Tinggal menunggu turun SK yang kabarnya tinggal menunggu hari.

Tapi setelah dipikir dan ditimbang, akhirnya Mas Madji menurut. Ia putuskan keluar kerja dari Korem, meski tepat di hari dia keluar SK pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil keluar juga.

“Ada dorongan kuat yang menyurus saya keluar.Sekarang saya baru tahu, ternyata dorongan dan nasihat Mayor Kasmuri itu adalah isyarat bahwa tempat saya memang bukan di Korem, bukan sebagai pegawai negeri,” ujar Mad Madji.

Pada tahun 1972, ia berpindah kerja di Kantor Bendahara Madiun, namun hanya bertahan beberapa bulan dan pindah kerja lagi di PT. Gaper Migas Madiun pada paroh tahun 1973. Setahun kemudian, ia menikah dengan Hj.Siti Ruwiyatun, setelah dirinya yakin bahwa honor pekerjaannya mampu untuk membina mahligai rumah tangga. (Dari pemikahannya ini, Tarmadji Boedi Harsono dikaruniai tiga orang putra. Yakni Dani Primasari Narendrani,S.E, Drs. Bagus Rizki Dinarwan SST, dan Arya Bagus Yoga Satria,SE).

Di tempat kerja yang baru ini, tampaknya, Tarmadji menemukan kecocokan. Terbukti, ia bisa bertahan lama. Bahkan pada tahun 1975 ia ditunjukkan untuk menjadi semi agen minyak tanah dan diberi keleluasaan untuk memasarkan sendiri. Berawal dari sini, perekonomian keluarganya mulai kokoh. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa menyisihkan penghasilannya, hingga pada tahun 1976 berhasil membeli armada tangki minyak tanah sendiri. Berkat keuletan dan perjuangan panjang tanpa kenal menyerah, pada tahun 1987, Termadji Boedi Harsono diangkat menjadi agen resmi Pertamina.

Dalam perkembangannya, ia bahkan berhasil dipercaya untuk membuka SPBU (Pom Bensin) di Beringin Ngawi. Hingga tahun 2009, SPBU milik Mas Madji, bertambah hingga tiga buah. Bahkan di dunia bisnis migas ini, ia ditunjuk memegang jabatan sebagai Ketua III, DPD V Hiswana Migas dengan wilayah kerja Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB. Dan, serta Ketua Hiswana Migas Madiun.

Tampaknya dunia wirausaha memang tepat baginya. Ini bisa dilihat lewat pengembangan sayap usahanya, yang tidak hanya berkutat dibidang migas,tapi juga merambah ke dunia telekomunikasi dengan mendirikan sejumlah Wartel (warung telekomunikasi). Malahan di bidang ini, ia ditunjuk debagai Ketua APWI (Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia) untuk daerah Madiun dan sekitarnya.

Di sela-sela kesibukan kerja Tarmadji Boedi Harsono tetap mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate. Bahkan, tidak jarang ia rela mengalahkan kepentingan keluarga dan pekerjaannya demi Persaudaraan Setia Hati Terate. " SH Terate adalah darah daging saya. la sudah menjadi bagian dari hidup saya," ujar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Sementara itu, kebiasaan nyantrik di kediaman R.M Imam Koesoepangat terus dijalani. Kepercayaan dan perhatian Mas Imam sendiri setelah ia berhasil menyelesaikan pelajaran tingkat I, semakin besar. Sampai-sampai kemana pun Mas Imam pergi, ia selalu diajak mendampinginya. Tahun 1970 ia disyahkan menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate tingkat II. Tahun 1971, Tarmadji dipercaya menjadi Ketua Cabang Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun. Jabatan tersebut dijalani hingga tahun 1974.

Latihan Tingkat III

Pada suatu siang, sekitar pukul 11.00 WIB, di Tahun 1978, Tarmadji dipanggil R.M Imam Koesoepangat di rumah Pak Badini. Orang yang diminta memanggil dia adalah Soebagyo.TA. Tanpa berpikir dua kali, ia berangkat ke Oro-Oro Ombo, tempat kediaman Pak Badini. Mas Imam mengutarakan niat, akan membuka latihan tingkat III. Tarmadji sendiri yang dipilih untuk dilatih sekaligus diangkat dan disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III.

"Kula piyambak,Mas? (Saya sendiri,Mas?)" tanya Tarmadji agak kaget.

"Njih.Dik. Dik Madji piyambak!, (Ya, Dik. Hanya Dik Tarmadji sendiri!)" jawab Mas Imam.

Mendengar jawaban itu, Tarmadji dengan santun, menolak. la tidak bersedia disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III jika sendirian. "Kula nyuwun rencang. Mas (Saya minta teman,Mas), "Tarmadji meminta.

"Nek Dik Madji nyuwun rencang, sinten? (Kalau Dik Madji minta teman, siapa?)" tanya Mas Imam.

Tarmadji saat itu langsung menyebut nama-nama Pendekar Tingat II seangkatan. Namun Mas Imam menolak dan bersikukuh tetap hanya akan mengangkat Tarmadji sendiri. Terjadi tarik ulur. Satu sisi Mas Imam bemiat hanya akan mengangkat dia, namun Tarmadji tetap minta teman.

"Sapa Dik, kancamu?" tanya Mas Imam. Tarmadji menyebut nama Soediro.

Nama ini pun semula ditolak. Namun atas desakan dia, akhimya Mas Imam menyetujui dengan syarat ia harus mau ikut menangung risiko. Dalam pikiran Tarmadji, apa yang disebut risiko, waktu itu adalah risiko pembiayaan yang terkait dengan pengadaan persyaratan pengesahan (ubarampe). Karenanya, ia langsung menyanggupi.

Hari-hari berikutnya, Tarmadji dan Soediro, mulai berlatih tingkat III. Pelaksanaan latihan berjalan lancar. Namun pada saat mereka disyahkan, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Sesuatu itu, adalah hal yang di luar perhitungan akal sehat. Sesuatu yang erat kaitannya dengan misteri ghaib. Tarmadji tidak pemah menduga bahwa misteri itu akan berbuntut panjang. Dan, Wallahu a'lam bi ssawab, hanya Allah yang Maha Mengerti. Temyata dalam perjalan hidup, Soediro lebih dulu dipanggil Yang Kuasa.

Peristiwa itu, sungguh, sangat menggetarkan jiwa Tarmadji. Pedih rasanya. Lebih pedih lagi, saat ia melihat Mas Imam menangis di samping jenazah saudara seperguruannya itu. Semoga anrwah beliau diterima di sisi-Nya.