Berikut merupakan catatan singkat
Raden Mas Imam Koessoepangat, yang mana beliau adalah tokoh yang membawa
PSHT menjadi termashur. Dengan gelar kebangsawanan asli ,bukan hadiah
atau pemberian lembaga tertentu semakin membuat yakin para kadang
mudanya.
Ketika berumur 13 tahun, semasa ia haus damba kasih dari ayahanda nasib berbicara lain RM Ambar Koesensi (ayahanda tercinta) di panggil ke Hadirat Tuhan yang maha Esa, tepatnya pada tanggal 15 maret 1951 , sewaktu ia masih duduk di kelas 5 SDN. RM Imam Koesoepangat kecilpun seperti tercerabut dari dunia kana-kanaknya, sepeninggalnya orang yang di cintainya itu sempat menggetarkan jiwanya. Namun kematian tetap kematian tidak seorangpun mampu menolak kehadiranya. Begitu juga yang terjadi pada RM Ambar Koesensie.
Hari-hari berikutnya RM Imam Koeseopangat diasuh langsung oleh ibunda RA Koesmiatoen Ambar Koesmiatoen. Di waktu-waktu senggang ibunda sering kali mendongeng tentang pahlawan-pahlawan yang dikenalnya dan tidak lupa memberi petuah hidup. Berawal dari tatakrama pergaulan, tatakrama menembah (bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) sampai merambah pada pengertian budi luhur dan mesubrata.
Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate
Benih luhur yang di tanamkan ibundanya itu lambat laun ternyata mampu mengendap dan mengakar di dalam jiwa RM Imam Soepangat, ia lebih akrab dengan panggilan “ARIO” perhatianya terhadap nilai-nilai budi luhur kian mekar bagai bak terate di tengah telaga. Semenjak kecil sudah menyukai laku tirakat, seperti puasa dll sejalan dengan itu sikapnya mulai berubah ia mulai bisa membawa diri menempatkan perasaan serta menyadari keberadaannya. Gambaran seorang Ario kecil, sebagai bocah ingusan, sedikit demi sedikit mulai di tinggalkannya.
Rasa keingintahuan terhadap berbagai pengetahuan terutama ilmu kanuragan dan kebatinan yang menjadi idaman semenjak kecil kian hari semakin membakar semangatnya. Melecut jiwanya untuk segera menemukan jawabanya, barang kali terdorong oleh rasa keingintahuanya itulah ketika umurnya bejalan enam belas tahun RM Imam Koeseopangat mulai mewujudkan impianya. Di sela-sela kesibukanya sebagai siswa di SMP 2 Madiun, ia mulai belajar pencak silat di bawah panji-panji Persaudaraan Setia Hati terate. Kebetulan yang melatih saat itu adalah mas IRSAD (murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo) selang lima tahun kemudian 1959 setelah tamat dari SMA Nasional Madiun ia berhasil menyelesaikan Pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate dan berhak menyandang gelar pendekar tingkat satu.
Sebelum
melihat jauh kedepan mengenai perkembangan Persaudaraan Setia Hati
Terate sekarang ini, kita ingatkan julukan : “PENDHITA WESI
KUNING”.Siapa kah Pendhita Wesi Kuning itu? Ia dikenal seorang yang
berdedikasi tinggi, dalam kamus hidupnya tidak ada kata menyerah dalam
menghadapi tantangan. Pola hidupnya sederhana meskipun ia sendiri
dilahirkan dari keluarga yang bermartabat, penerus trah kusumah
rembesing madu amaratapa wijiling handanawarih. Kiatnya “Sepiro
gedhening Sengsoro Yen Tinompo Amung dadi Cobo” dan kiat itu dihayatinya
dijabarkan dalam lakunya sampai akhir hayatnya.
Ia
teguh dalam pendiriannya yakni mengabdi pada sesama maka
orang-orangpun memberi julukan “PENDHITA WESI KUNING” (konon julukan
ini mengacu pada warna wesi kuning sebagai senjata kedewataan yang
melambangkan ketegaran, kesaktian, kewibawaan sekaligus keluhuran).
Ketika ia di tanya, siapakah orang yang paling dicintainya di dunia ini
?. ia akan menjawab dengan tegas “IBU “. Dan ketika ia di tanya
organisasi apakah yang paling ia cintai selama di dunia ini ?. maka ia
pun akan mengatakan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE.
Dua
jawabpan di atas, pertanyaan yang mengacu pada kedalaman rasa itu,
telah di buktikan tidak hanya ucapan belaka tetapi dengan kerja nyata.
Hampir sepanjang hidupnya waktu, tenaga, pikiran dan jiwanya
dipersembahkan demi baktinya kepada keduanya itu. Yakni ibu, seorang
yang telah berjasa atas keberadaan di dunia ini, dan persaudaraan setia
hati terate sebuah organisasi tempat is menemukan jati diri, sekaligus
ajang darma baktinya dalam rangka mengabdi kepada sesama.Dialah RADEN
MAS IMAM KOESOEPANGAT. Putra ketiga dari pendawa lima. Yang lahir dari
garba : Raden Ayu Koesmiyatoen dengan RM AMBAR KOESSENSI. Bertepatan
pada hari jum`at pahig tanggal 18 november 1938, di Madiun kakek beliau
(Kanjeng Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat) adalah bupati Madiun VI
dan neneknya (Djuwito) atau (RA Pangeran Ronggo Ario Koesnoningrat),
merupakan figur yang di segani pada saat itu.
Menurut
keterangan dari pihak keluarganya, trah Kanjeng Pangeran Ronggo Ario
Koesodiningrat selain di kenal sebagai penerus darah biru juga dikenal
sebagai bangsawan yang suka bertapa brata satu laku untuk mencari
hakikat hidup dengan jalan meninggalkan larangan-larangan Tuhan Yang
Maha Esa serta membentengi diri dari pengaruh keduniawian. Bakat alam
yang mengalir dalam darah kakeknya ini , di kemudian hari menitis ke
dalam jiwa RM IMAM KOESOEPANGAT. Dan mengantarkan menjadi seorang
Pendekar yang punya Kharisma dan di segani sampai ia sendiri di juluki.
“Pandhita Wesi Kuning”.
Masa KecilMasa
kecil RM IMAM KOESOEPANGAT di lalui dengan penuh suka dan duka, ia
seperti hal nya saudara-saudara kandungnya (RM Imam Koesoenarto dan RM
Imam Koesenomihardjo,dan RM Koesenomihardjo kakak serta RM Imam
Koeskartono dan RM Abdullah Koesnowidjodjo,adik) hidup dalam asuhan
kedua orang tuanya, menempati tempat tinggal kakeknya di lingkungan
kabupaten Madiun . (menurut sumber terate) semasa kecilnya, RM Imam
Koesoepangat belum menunjukan kelebihan yang cukup berararti. Di
sekolahnya (SD latihan duru satu : sekarang SDN indrakila Madiun) ia
bukan tergolong siswa yang paling menonjol, salah satu nilai lebih yang
di miliknya barangkali hanya karena keberanianya.selain ia sendiri
sejak kecil sudah di kenal sebagai bocah yang jujur dan suka membela
serta suka menolong teman-teman sepermainanya.Ketika berumur 13 tahun, semasa ia haus damba kasih dari ayahanda nasib berbicara lain RM Ambar Koesensi (ayahanda tercinta) di panggil ke Hadirat Tuhan yang maha Esa, tepatnya pada tanggal 15 maret 1951 , sewaktu ia masih duduk di kelas 5 SDN. RM Imam Koesoepangat kecilpun seperti tercerabut dari dunia kana-kanaknya, sepeninggalnya orang yang di cintainya itu sempat menggetarkan jiwanya. Namun kematian tetap kematian tidak seorangpun mampu menolak kehadiranya. Begitu juga yang terjadi pada RM Ambar Koesensie.
Hari-hari berikutnya RM Imam Koeseopangat diasuh langsung oleh ibunda RA Koesmiatoen Ambar Koesmiatoen. Di waktu-waktu senggang ibunda sering kali mendongeng tentang pahlawan-pahlawan yang dikenalnya dan tidak lupa memberi petuah hidup. Berawal dari tatakrama pergaulan, tatakrama menembah (bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) sampai merambah pada pengertian budi luhur dan mesubrata.
Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate
Benih luhur yang di tanamkan ibundanya itu lambat laun ternyata mampu mengendap dan mengakar di dalam jiwa RM Imam Soepangat, ia lebih akrab dengan panggilan “ARIO” perhatianya terhadap nilai-nilai budi luhur kian mekar bagai bak terate di tengah telaga. Semenjak kecil sudah menyukai laku tirakat, seperti puasa dll sejalan dengan itu sikapnya mulai berubah ia mulai bisa membawa diri menempatkan perasaan serta menyadari keberadaannya. Gambaran seorang Ario kecil, sebagai bocah ingusan, sedikit demi sedikit mulai di tinggalkannya.
Rasa keingintahuan terhadap berbagai pengetahuan terutama ilmu kanuragan dan kebatinan yang menjadi idaman semenjak kecil kian hari semakin membakar semangatnya. Melecut jiwanya untuk segera menemukan jawabanya, barang kali terdorong oleh rasa keingintahuanya itulah ketika umurnya bejalan enam belas tahun RM Imam Koeseopangat mulai mewujudkan impianya. Di sela-sela kesibukanya sebagai siswa di SMP 2 Madiun, ia mulai belajar pencak silat di bawah panji-panji Persaudaraan Setia Hati terate. Kebetulan yang melatih saat itu adalah mas IRSAD (murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo) selang lima tahun kemudian 1959 setelah tamat dari SMA Nasional Madiun ia berhasil menyelesaikan Pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate dan berhak menyandang gelar pendekar tingkat satu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar