Tujuan SH Terate adalah membentuk manusia berbudi luhur tahu benar
dan salah, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam jalinan
persaudaraan kekal abadi.
Dalam MUKADIMAH atau priambul AD/ART Persaudaraan Setia Hati Terate disebutkan: (alenia 1) Bahwa sesungguhnya hakekat hidup itu berkembang menurut
kodrat iramanya masing-masing menuju kesempurnaan: demikian pun kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang terutama, hendak menuju ke keabadian kembali kepada Causa Prima titik tolak segala sesuatu yang ada, melalui tingkat ke tingkat namun tidak semua insan menyadari bahwa apa yang dikejar-kejar itu telah tersimpan menyelinap di lubuk hati sanubarinya.
Mukadimah atau preambole SH Terate alinea 1 tersebut, jika dicermati lebih dalam lagi, terdiri dari beberapa pokok-pokok perenungan dan pengertian:
Pertama: (bahwa sesungguhnya) hakekat hidup itu berkembang.
Kedua : (menurut) kodrat-nya masing-masing.
Ketiga: (menurut)iramanya masing-masing.
Keempat: menuju kesempurnaan.
Kelima: kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Keenam (yang terutama), hendak menuju ke keabadaian kembali kepada Causa
Prima titik tolak segala sesuatu yang ada.
Ketujuh: (melalui) tingkat ke tingkat.
Kedelapan: (namun) tidak semua insan menyadari
Kesembilan: (bahwa yang diekejar-kejar itu) telah tersimpan menyelinap di lubuh
hati sanubarinya.
Hakikat Hidup Manusia
Pertama, bahwa sesungguhnya hakekat hidup itu berkembang. Bahwa manusia itu merupakan makhluk universal, unik, penuh misteri dan fenomenal. Pada konteks penciptakan phisik saja misalnya, raga manusia, dilengkapi dengan alat motorik dan sensorik. Piranti itu memungkinkan beraktivitas. Selain dilengkapi anggota badan, seperti tangan dan kaki, juga dilengkapi panca indera, yang memungkinkan manusia bisa melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan merasakan. Tak hanya itu, manusia juga dilengkapi akal dan hati atau jiwa. Akal yang bisa digunakan sebagai kompas menentu arah dan pembeda benar dan salah, serta hati sebagai radar atau alat pendeteksi segala sesuatu yang kasat mata dan tak bisa tertangkap panca indera.
Manusia, dengan melihat kepada diri sendiri, baik lahiriyah maupun batiniyah seperti itu, akan muncul pertanyaan, siapa sebenarnya yang mampu menciptakan makhluk seperti ini? Pertanyaan berikutnya, untuk tujuan apa manusia diciptakan dengan kesempurnaannya itu?
Bahwa, keberadaan manusia di muka bumi ini tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Tapi, ada karena diciptakan. Proses penciptaan manusia itu sendiri pun melalui tahapan perkembangan. Semula, berbentuk janin yang berada di dalam kandungan ibu. Setelah hidup dalam gua garba ibu selama sembilan bulan sepuluh hari (usia kehamilan normal), lahir ke dunia dalam bentuk bayi. Kemudian berkembang lagi, menjadi bocah kecil yang lucu. Sejalan waktu dan usia, berkembang menjadi remaja, dewasa, tua bangka dan kembali lagi ke asal-Nya atau mati.
Tahap-tahap perkembangan itu pun tidak berjalan dengan sendirinya. Tapi berkembang dan berproses sesuai dengan garis yang telah ditentukan. Sesuai dengan suratan nasibnya (berkembang menurut kodratnya masing masing). Muaranya adalah kesempuranaan hidup. Atau berproses menjadi manusia seutuhnya (menuju kesempurnaan).
Mengisi keberadannya di muka bumi ini, menjalani kehidupannya, manusia dibekali keahlian dan bakat sepesifik. Yang satu dan lain berbeda (berkembang menurut irama-nya masing-masing). Dengan bakat dan keahlian yang dimiliki itu pula, manusia terus berproses untuk ”menjadi” diri sendiri. Menuju terminolagi Setia Hati.
Maknanya, sekalipun kehidupan manusia ini berjalan sesuai dengan takdir Tuhan, tapi dalam mengisi hidup, manusia diwajibkan berikhtiar sesuai dengan bakat dan keahlian yang dimilikinya. Misalnya, seorang yang berbakat dalam bidang seni, dia akan mencari penghidupan bekerja dan berkarya dengan kesenianya. Seorang dengan keahlian berhitung dan negosiasi, ia akan mengisi kehidupannya, berprofesi sebagai pedagang. Seorang dengan bakat pengabdi, dia akan mengisi hidupnya menjadi pegawai negeri (PNS) atau prajurit (TNI/Polri).
Proses ini merupakan kemurnian azazi (hakiki hayati) yang oleh Tuhan telah diberikan sejak awal penciptaanNya.Konteksnya, hanya untuk berproses menuju kesempurnaan, Sebab di balik proses itu, ada tujuan yang lebih haqiqi. Yakni, kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada. Kembali kepada Yang Awal dan Yang Akhir. Dzat mutlak yang berwenang atas hukum timbal balik. Allah, Tuhan, Sang Hyang Widi atau juga Kang Murbeng Dumadi.
Karena apa? Manusia hidup ini tidak hidup dengan sendirinya. Tapi ia diciptakan dan dihidupkan oleh Tuhan (kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan). Salah satu bukti bahwa manusia itu diciptakan dan dihidupkan Tuhan, adalah, Tuhan melengkapi kehidupan manusia di muka bumi ini dengan rizki. Tuhan turunkan hujan dari langit, sebagian untuk minum, sebagian menyirami tumbuhan di bumi hingga mengeluarkan biji-bijian dan buah-buahan untuk kepentingan kehidupan manusia. Tuhan tundukkan ombak samodra, agar manusia bisa berniaga dengan perahu di atasnya.Sebagian yang lain bisa menebar jaring, mencari ikan untuk mata pencaharian. Kemudian, Tuhan tancapkan gunung sebagai paku bumi agar bumi tidak bergoncang sehingga manusia bisa hidup damai di atasnya. Tak berhenti sampai di situ, untuk kehidupan manusia pula Tuhan bentangkan jalan di muka bumi dan tebarkan matahari, bulan dan bintang di langit, menjadi petunjuk arah dan perhitungan penanggalan manusia.
Bukti-bukti kebesaran Tuhan itu, di dalamnya terkandung pelajaran agar manusia sadar bahwa manusia tidak serta merta ada di muka bumi. Tapi manusia diciptakan (makhluk) dari Sang Pencipta (Khalik). Dan, karena keberadaan manusia itu sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia harus menyadari untuk apa sesungguhnya dia diciptakan. Sebab, Sang Khalik menciptakan mahluk di muka bumi ini pasti punya maksud, punya tujuan. Apa itu? Kembali kepada mula awal dari mana manusia itu diciptakan (kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada).
Pertanyaannya, bagaimana agar kita bisa kembali kepada Causa Prima, ke titik tolak segala sesuatu yang ada? Jawabnya, manusia itu harus tetap bersih dan suci seperti awal mula ia diciptakan. Pertanyaan berikutnya, bagaimana agar manusia tetap dalam kondisi bersih dan suci? Seperti tujuan yang hendak dicapai SH Terate, membentuk manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam jalinan persaudaraan kekal abadi, maka dalam mengarungi kehidupan ini manusia harus menyadari, menghayati dan menjalankan tugas dan kewajiban dia sebagai mahkluk Tuhan yang diciptakan di muka bumi ini. Dalam filsafat Jawa dikatakan menyadari (laku-nya), keberadaannya. Laku itu diwujudkan dengan tiga dharma. Pertama, berbudi luhur tahu benar dan salah. Kedua, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, cinta kasih kepada sesama atau setia menjalin tali persaudaraan antar sesama manusia.
Karena SH Terate adalah organisasi persaudaraan yang menghargai keanekaragaman (heteregonitas), maka dalam klausul beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita tidak boleh fanatik. Tapi harus bisa menerima keanekaragaman dalam proses menjalankan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Karenanya, perlu ditekankan dalam klausul beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa itu dengan sebuah pengertian, yakni ”sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing.”
Menuju ke arah itu, SH Terate membekali warganya dengan ilmu yang disebut ilmu Setia Hati (SH). Yaitu, ilmu untuk mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, manusia akan dengan mudah akan mengenal lingkungannya. Setelah mengenal diri dan lingkungan, ia akan dengan mudah pula mengenal Tuhannya. Dan, proses mengenal diri sendiri itu, untuk mencapai pamahaman dan kesadaran makna kesejatian diri itu, tidak berlangsung dalam sekejap, tapi tumbuh dan berkembang secara bertahap searah dengan perjalanan kehidupan manusia itu sendiri (melalui tingkat ke tingkat).
Mencermati klausul ini, sesungguhnya kita dibawa pada satu permenungan pada hakikat hidup manusia seutuhnya. Manusia yang tidak hanya terjebak pada konteks material. Tapi juga immaterial, Dalam bahasa yang lebih sederhana, sosok manusia seutuhnya, lahiriyah, batiniah.
Melihat konteksnya, apa yang ingin dicapai ilmu Seti Hati, adalah kesadaran luhur, melalui sebuah menyikapan perilaku hidup atau lebih dikenal sebagai budi. Karena itu dalam penjabaran keilmuan, kata luhur dan budi ini dijadikan tujuan SH Terate.
Menyadari posisi manusia sebagai makluk universal dan unik itu, Setia Hati, sekali lagi, mengajak warganya untuk mengenal diri sendiri sebaik-baiknya. Kalau sudah mengenal diri sendiri, akan mengenal Tuhan. Melalui perenungan. Apa yang ditangkap dengan mata, telinga, hati, dierenungkan, difikirkan, untuk mendapatkan pemahaman dan kesadaran di dalam jiwanya.
Sesungguhnya titik tolak aktivitas manusia, berasal dari akal dan budi atau jiwa atau disebut juga hati. Karena kita dipengaruhi suasana, situasi dan kondisi lingkungan, maka kita jadi bingung. Sebenarnya apa yang hendak kita capai ketika hidup di bumi ini.
Dalam hal ini, SH Terate mengajarkan, jika kita berhadapan pada kebingungan esensil seperti ini, hendaknya kembali kepada diri. Dengan jalan bagaimana? Mencoba, menyibak darimana niat tujuan mulia itu bermula. Yakni, menyibak tabir/tirai selubung hati nurani dimana “Sang Mutiara Hidup” bertahta.
Tabir yang dimaksud, atau hijab itu ada karena ada keinginan nafsu yang tak terkendali. Yang mengakibatkan hati tidak bersih. Kenapa, karena dalam mengejar sesuatu, secara tidak sadar nafsu kita saling berlomba. Tinggal siapa nanti yang berhasil menang. Karena yang bicara nafsu, maka tujuan yang dicapai, “menuju kesempurnaan” sebagai mana tertulis pada alenia pertama, jadi kabur (namun tidak semua insan menyadari). Kita sering lupa, tujuan akhir kita sesunggungnya adalah hendak menuju ke keabadian kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada.
Padahal, dengan menyadari dan menghayati diri, dengan mengenal diri sendiri (ber-Setia Hati) dan atas kesadaran serta kehendak Tuhan, manusia akan mendapatkan pencerahan atau keasadaran tertinggi. Tapi manusia sering lupa, kesadaran itu bisa digali dan tersimpan dalam hatinya (bahwa yang diekejar-kejar itu telah tersimpan menyelinap di lubuh hati sanubarinya).
Dalam MUKADIMAH atau priambul AD/ART Persaudaraan Setia Hati Terate disebutkan: (alenia 1) Bahwa sesungguhnya hakekat hidup itu berkembang menurut
kodrat iramanya masing-masing menuju kesempurnaan: demikian pun kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang terutama, hendak menuju ke keabadian kembali kepada Causa Prima titik tolak segala sesuatu yang ada, melalui tingkat ke tingkat namun tidak semua insan menyadari bahwa apa yang dikejar-kejar itu telah tersimpan menyelinap di lubuk hati sanubarinya.
Mukadimah atau preambole SH Terate alinea 1 tersebut, jika dicermati lebih dalam lagi, terdiri dari beberapa pokok-pokok perenungan dan pengertian:
Pertama: (bahwa sesungguhnya) hakekat hidup itu berkembang.
Kedua : (menurut) kodrat-nya masing-masing.
Ketiga: (menurut)iramanya masing-masing.
Keempat: menuju kesempurnaan.
Kelima: kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Keenam (yang terutama), hendak menuju ke keabadaian kembali kepada Causa
Prima titik tolak segala sesuatu yang ada.
Ketujuh: (melalui) tingkat ke tingkat.
Kedelapan: (namun) tidak semua insan menyadari
Kesembilan: (bahwa yang diekejar-kejar itu) telah tersimpan menyelinap di lubuh
hati sanubarinya.
Hakikat Hidup Manusia
Pertama, bahwa sesungguhnya hakekat hidup itu berkembang. Bahwa manusia itu merupakan makhluk universal, unik, penuh misteri dan fenomenal. Pada konteks penciptakan phisik saja misalnya, raga manusia, dilengkapi dengan alat motorik dan sensorik. Piranti itu memungkinkan beraktivitas. Selain dilengkapi anggota badan, seperti tangan dan kaki, juga dilengkapi panca indera, yang memungkinkan manusia bisa melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan merasakan. Tak hanya itu, manusia juga dilengkapi akal dan hati atau jiwa. Akal yang bisa digunakan sebagai kompas menentu arah dan pembeda benar dan salah, serta hati sebagai radar atau alat pendeteksi segala sesuatu yang kasat mata dan tak bisa tertangkap panca indera.
Manusia, dengan melihat kepada diri sendiri, baik lahiriyah maupun batiniyah seperti itu, akan muncul pertanyaan, siapa sebenarnya yang mampu menciptakan makhluk seperti ini? Pertanyaan berikutnya, untuk tujuan apa manusia diciptakan dengan kesempurnaannya itu?
Bahwa, keberadaan manusia di muka bumi ini tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Tapi, ada karena diciptakan. Proses penciptaan manusia itu sendiri pun melalui tahapan perkembangan. Semula, berbentuk janin yang berada di dalam kandungan ibu. Setelah hidup dalam gua garba ibu selama sembilan bulan sepuluh hari (usia kehamilan normal), lahir ke dunia dalam bentuk bayi. Kemudian berkembang lagi, menjadi bocah kecil yang lucu. Sejalan waktu dan usia, berkembang menjadi remaja, dewasa, tua bangka dan kembali lagi ke asal-Nya atau mati.
Tahap-tahap perkembangan itu pun tidak berjalan dengan sendirinya. Tapi berkembang dan berproses sesuai dengan garis yang telah ditentukan. Sesuai dengan suratan nasibnya (berkembang menurut kodratnya masing masing). Muaranya adalah kesempuranaan hidup. Atau berproses menjadi manusia seutuhnya (menuju kesempurnaan).
Mengisi keberadannya di muka bumi ini, menjalani kehidupannya, manusia dibekali keahlian dan bakat sepesifik. Yang satu dan lain berbeda (berkembang menurut irama-nya masing-masing). Dengan bakat dan keahlian yang dimiliki itu pula, manusia terus berproses untuk ”menjadi” diri sendiri. Menuju terminolagi Setia Hati.
Maknanya, sekalipun kehidupan manusia ini berjalan sesuai dengan takdir Tuhan, tapi dalam mengisi hidup, manusia diwajibkan berikhtiar sesuai dengan bakat dan keahlian yang dimilikinya. Misalnya, seorang yang berbakat dalam bidang seni, dia akan mencari penghidupan bekerja dan berkarya dengan kesenianya. Seorang dengan keahlian berhitung dan negosiasi, ia akan mengisi kehidupannya, berprofesi sebagai pedagang. Seorang dengan bakat pengabdi, dia akan mengisi hidupnya menjadi pegawai negeri (PNS) atau prajurit (TNI/Polri).
Proses ini merupakan kemurnian azazi (hakiki hayati) yang oleh Tuhan telah diberikan sejak awal penciptaanNya.Konteksnya, hanya untuk berproses menuju kesempurnaan, Sebab di balik proses itu, ada tujuan yang lebih haqiqi. Yakni, kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada. Kembali kepada Yang Awal dan Yang Akhir. Dzat mutlak yang berwenang atas hukum timbal balik. Allah, Tuhan, Sang Hyang Widi atau juga Kang Murbeng Dumadi.
Karena apa? Manusia hidup ini tidak hidup dengan sendirinya. Tapi ia diciptakan dan dihidupkan oleh Tuhan (kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan). Salah satu bukti bahwa manusia itu diciptakan dan dihidupkan Tuhan, adalah, Tuhan melengkapi kehidupan manusia di muka bumi ini dengan rizki. Tuhan turunkan hujan dari langit, sebagian untuk minum, sebagian menyirami tumbuhan di bumi hingga mengeluarkan biji-bijian dan buah-buahan untuk kepentingan kehidupan manusia. Tuhan tundukkan ombak samodra, agar manusia bisa berniaga dengan perahu di atasnya.Sebagian yang lain bisa menebar jaring, mencari ikan untuk mata pencaharian. Kemudian, Tuhan tancapkan gunung sebagai paku bumi agar bumi tidak bergoncang sehingga manusia bisa hidup damai di atasnya. Tak berhenti sampai di situ, untuk kehidupan manusia pula Tuhan bentangkan jalan di muka bumi dan tebarkan matahari, bulan dan bintang di langit, menjadi petunjuk arah dan perhitungan penanggalan manusia.
Bukti-bukti kebesaran Tuhan itu, di dalamnya terkandung pelajaran agar manusia sadar bahwa manusia tidak serta merta ada di muka bumi. Tapi manusia diciptakan (makhluk) dari Sang Pencipta (Khalik). Dan, karena keberadaan manusia itu sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia harus menyadari untuk apa sesungguhnya dia diciptakan. Sebab, Sang Khalik menciptakan mahluk di muka bumi ini pasti punya maksud, punya tujuan. Apa itu? Kembali kepada mula awal dari mana manusia itu diciptakan (kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada).
Pertanyaannya, bagaimana agar kita bisa kembali kepada Causa Prima, ke titik tolak segala sesuatu yang ada? Jawabnya, manusia itu harus tetap bersih dan suci seperti awal mula ia diciptakan. Pertanyaan berikutnya, bagaimana agar manusia tetap dalam kondisi bersih dan suci? Seperti tujuan yang hendak dicapai SH Terate, membentuk manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam jalinan persaudaraan kekal abadi, maka dalam mengarungi kehidupan ini manusia harus menyadari, menghayati dan menjalankan tugas dan kewajiban dia sebagai mahkluk Tuhan yang diciptakan di muka bumi ini. Dalam filsafat Jawa dikatakan menyadari (laku-nya), keberadaannya. Laku itu diwujudkan dengan tiga dharma. Pertama, berbudi luhur tahu benar dan salah. Kedua, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, cinta kasih kepada sesama atau setia menjalin tali persaudaraan antar sesama manusia.
Karena SH Terate adalah organisasi persaudaraan yang menghargai keanekaragaman (heteregonitas), maka dalam klausul beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita tidak boleh fanatik. Tapi harus bisa menerima keanekaragaman dalam proses menjalankan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Karenanya, perlu ditekankan dalam klausul beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa itu dengan sebuah pengertian, yakni ”sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing.”
Menuju ke arah itu, SH Terate membekali warganya dengan ilmu yang disebut ilmu Setia Hati (SH). Yaitu, ilmu untuk mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, manusia akan dengan mudah akan mengenal lingkungannya. Setelah mengenal diri dan lingkungan, ia akan dengan mudah pula mengenal Tuhannya. Dan, proses mengenal diri sendiri itu, untuk mencapai pamahaman dan kesadaran makna kesejatian diri itu, tidak berlangsung dalam sekejap, tapi tumbuh dan berkembang secara bertahap searah dengan perjalanan kehidupan manusia itu sendiri (melalui tingkat ke tingkat).
Mencermati klausul ini, sesungguhnya kita dibawa pada satu permenungan pada hakikat hidup manusia seutuhnya. Manusia yang tidak hanya terjebak pada konteks material. Tapi juga immaterial, Dalam bahasa yang lebih sederhana, sosok manusia seutuhnya, lahiriyah, batiniah.
Melihat konteksnya, apa yang ingin dicapai ilmu Seti Hati, adalah kesadaran luhur, melalui sebuah menyikapan perilaku hidup atau lebih dikenal sebagai budi. Karena itu dalam penjabaran keilmuan, kata luhur dan budi ini dijadikan tujuan SH Terate.
Menyadari posisi manusia sebagai makluk universal dan unik itu, Setia Hati, sekali lagi, mengajak warganya untuk mengenal diri sendiri sebaik-baiknya. Kalau sudah mengenal diri sendiri, akan mengenal Tuhan. Melalui perenungan. Apa yang ditangkap dengan mata, telinga, hati, dierenungkan, difikirkan, untuk mendapatkan pemahaman dan kesadaran di dalam jiwanya.
Sesungguhnya titik tolak aktivitas manusia, berasal dari akal dan budi atau jiwa atau disebut juga hati. Karena kita dipengaruhi suasana, situasi dan kondisi lingkungan, maka kita jadi bingung. Sebenarnya apa yang hendak kita capai ketika hidup di bumi ini.
Dalam hal ini, SH Terate mengajarkan, jika kita berhadapan pada kebingungan esensil seperti ini, hendaknya kembali kepada diri. Dengan jalan bagaimana? Mencoba, menyibak darimana niat tujuan mulia itu bermula. Yakni, menyibak tabir/tirai selubung hati nurani dimana “Sang Mutiara Hidup” bertahta.
Tabir yang dimaksud, atau hijab itu ada karena ada keinginan nafsu yang tak terkendali. Yang mengakibatkan hati tidak bersih. Kenapa, karena dalam mengejar sesuatu, secara tidak sadar nafsu kita saling berlomba. Tinggal siapa nanti yang berhasil menang. Karena yang bicara nafsu, maka tujuan yang dicapai, “menuju kesempurnaan” sebagai mana tertulis pada alenia pertama, jadi kabur (namun tidak semua insan menyadari). Kita sering lupa, tujuan akhir kita sesunggungnya adalah hendak menuju ke keabadian kembali kepada Causa Prima, titik tolak segala sesuatu yang ada.
Padahal, dengan menyadari dan menghayati diri, dengan mengenal diri sendiri (ber-Setia Hati) dan atas kesadaran serta kehendak Tuhan, manusia akan mendapatkan pencerahan atau keasadaran tertinggi. Tapi manusia sering lupa, kesadaran itu bisa digali dan tersimpan dalam hatinya (bahwa yang diekejar-kejar itu telah tersimpan menyelinap di lubuh hati sanubarinya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar